Bagi manusia Bali, proses berkesenian bukan perkara mudah. Terkadang, seniman juga perlu terhubung dengan sang semesta. Suntuk mengheningkan batin, menjelmakan diri sebagai ruang terbuka. Begitulah, segala inspirasi dan energi merasuk pada pemikiran-pemikiran kreatif sehingga dapat mencipta topeng maupun menarikan barong.
Proses berkesenian tersebut menjadi perbincangan utama dalam pemaparan oleh I Made Kara, BA., mestro topeng asal Sanur yang menginisiasi Rumah Topeng Sanur. Pagi hari di tanah kelahirannya, ia berbagi kisah pencarian inspirasi yang datang dari proses meditasi. “Inspirasi dalam pembuatan itu ada kaitannya dengan kekuatan batin dengan setiap pembuatan topeng,” paparnya saat workshop topeng dan barong pada Senin (20/12) di Muntig Siokan, Pantai Mertasari, Sanur. Made Kara hari itu ditemani oleh Ketut Batu yang menyampaikan materi tentang kesenian barong.
Lebih lanjut, kekuatan batin dalam proses pembuatan topeng ialah seperti pembuatan topeng keras dari babad wang bang pinatih. Maka, ia akan melakukan proses pendalaman baik pengetahuan maupun batin terhadap sosok arya wang bang pinatih. “Dari awal pembuatan itu kita sudah sikap sempurna, bangkitkan sesuatu kekuatan, baru kita mencari kayu, setelah itu kita tambahkan (proses pembuatan),” tutur Made Kara seraya membawa sebuah topeng karyanya. Memang, kiprah Made Kara sangat dikenal di Desa Sanur Kauh. Akibat spiritualitasnya dalam berkarya, ia pun bahkan kadangkala berdiskusi dengan roh-roh suci dalam perjalanan meditasinya itu. Pada intinyal; sebelum memahat kayu, ia terlebih dahulu bermeditasi dan menyucikan diri, barulah ide tertuang ke dalam pahatannya. Made Kara kemudian mengambil sebuah topeng yang merupakan bentuk dari wujud mitologi Ratu Niang. “Saya buatkan topeng Ratu Niang Sakti, pasti banyak yang tedun (jika dipentaskan). Niki topeng kabanggaan saya,” ujarnya bangga.
Diskusi pun berlanjut, dipandu oleh Jik Gung Mantra, pembicaraan beralih pada Ketut Batu, salah satu maestro penari Barong di Sanur sekaligus inisiator Kubu Barong Sanur. Kiprah Ketut Batu jangan ditanya. Ialah yang berhasil menjadi seorang penari barong dari ketekunannya. “Mulai kelas 2 SMP sudah latihan baru. Awalnya tyang penasaran. Saya hanya suka megambel. Karena penasaran, kenapa barong jungklang-jungkling. Disuruhlah saya untuk belajar,” ujar Ketut Batu. Baginya, belajar menari barong haruslah sungguh-sungguh. Sebab, jika tidak, maka akan mudah menyerah. Sebab, belajar untuk menggerakkan tapel barong saja dapat dipelajari hingga berhari-hari. “Satu gerakan saja nyeledet itu dua hari dipandu dengan kaca dan kaset barong intaran, dan ada musik iringannya. Itu dipakai awal latihan terlebih dahulu,” paparnya. Setelah menguasai beberapa gerakan, langkah berikutnya tidak mudah, sebab ia selama itu latihan hanya menggunakan tapel. Sementara ia kemudian mencoba praktik menggunakan barong buntut. “Langsung beda posisi, bisa saja saat tapelnya naik itu tidak sepenuhnya bisa naik karena ada beban kostum barongnya,” lanjut Ketut Batu.
Workshop kemudian dilanjutkan dengan praktik menari barong. Ketut Batu mengajak seorang muridnya, Mang Ta. Ia pun kemudian menjadi peraga dalam praktik gerakan barong satu per-satu. “Untuk awal dulu saya ajarin Mang Ta itu dari segi megang tapel. Kalau tangan kiri boleh dia memegang, boleh di bawah, boleh di atas. Pemegangan tapel itu memang harus kuat di kiri,” ungkap Ketut Batu seraya sesekali mengarahkan tangan Mang Ta. Di sisi lain, Made Kara juga mencoba menarikan topengnya. “Kalau nari jangan ragu ikut menggerakkan badan, mengikuti kaki.” Ujarnya. Baik Made Kara maupun Ketut Batu sangat menghayati proses berkeseniannya. Made Kara tidak pernah absen dalam berbagai proses pembuatan topengnya. Sementara itu, Ketut Batu, sosok yang awalnya tidak bisa menari, bermodalkan penasaran dan ketekunan, namanya harum di jajaran maestro barong di Sanur.
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!