Malam itu, Wantilan Desa Adat Renon, terasa berbeda. Suasana magis mengiringi penampilan Gambuh Pedungan, sebuah warisan sakral yang senantiasa dilestarikan.
Alunan gamelan gambuh terkadang disisipi suara gemuruh yang memekakan telinga. Para penabuh dan penari Gambuh Dwi Tunggal Menesa Puseh, Pedungan tetap tampil dengan apiknya. Sabtu (18/12) di Wantilan Desa Adat Renon, Denpasar Selatan, kesenian sakral itu hadir sebagai penampil kedua dengan kisah cerita pembalasan dendam dari Kerajaan Daha ke Prabu Lasem. Pembalasan ini bukan tanpa sebab, pembalasan ini lahir akibat ulah Prabu Lasem yang mengacaukan ketentraman di Kerajaan Daha.
Pandai menari dan melantunkan kidung bukanlah syarat utama bagi seorang penari gambuh, sebab itu semua bisa dilatih. Syarat mutlak yang harus dipenuhi, khususnya bagi para penari gambuh perempuan bahwa mereka tidak boleh menari saat sedang haid. Tak hanya itu, mereka yang sudah menikah tidak boleh menarikan tarian sakral ini. Wayan Sutrisna Eka Dharma, selaku Pembina Gambuh Pedungan berujar, syarat mutlak itu sudah berlangsung secara turun-temurun di Pedungan. “Makanya setiap pementasan itu tidak bisa sembarangan. Tetap ada upacaranya, ini pun juga gelungan-nya. Sebelum dia menari itu ada sedikit pembersihan diri dulu, istilahnya pawintenan,” lanjut Sutrisna menjelaskan syarat mutlak penari Gambuh Pedungan.
Syarat mutlak itu harus pandai-pandai diakali Sutrisna, pasalnya tak terbayangkan apabila para penari yang telah berlatih berbulan-bulan batal tampil karena tiba-tiba haid. “Kebetulan kita masih punya cadangannya. Makanya kemarin pas latihan saya tanya semua, cewek-cewek terutama jadwalnya (haid) kapan. Kasihan dia sudah latihan sekian bulan ternyata yang lain dipakai, nanti jadi bingung, pementasannya jadi kacau,” ungkapnya. Meskipun dua tahun vakum, lantaran pandemi yang membatasi latihan, Gambuh Dwi Tunggal Menesa Puseh tampil tanpa cela. Sebabnya sederhana, para penari sudah berlatih sejak kecil. Bak bibit tanaman unggulan, mereka dipersiapkan sedemikian rupa untuk menjadi penari gambuh yang tulus kepada sesuhunan (leluhur). Diperkirakan sudah ada sejak tahun 1892, gambuh ini dipersembahkan kepada leluhur setiap enam bulan sekali pada hari raya Tumpek Wayang.
Sebelum terbawa oleh alunan gambuh, para penonton disuguhkan dengan atraktifnya Juara Harapan 1 Lomba Makendang Tunggal dan Bapang Barong dari Naluri Manca. Penampilan ini menuai decak kagum dari para penonton. Gerakan barong yang atraktif diiringi dengan tabuh yang dinamis, menyemarakkan suasana di Wantilan Desa Adat Renon. Wali Kota Denpasar, I G N Jaya Negara yang hadir mengunjungi tempat para seniman berkumpul pun memuji gamelan dari para penabuh Naluri Manca. “Luung munyin gamelanne (Bagus suara gamelannya),” ungkapnya. Hujan yang mengguyur Desa Adat Renon pun membawa para seniman saling mengobrol dengan Wali Kota Denpasar, obrolan yang intens tersebut membahas seputar kesenian barong, termasuk bapang barong yang digunakan seniman saat tampil.
Selama acara berlangsung, aksi Ayu Maenah dan Ayu Petong selama memandu acara sangatlah menghibur. Keduanya saling berceloteh tentang virus corona dan mengibaratkannya seperti manusia yang memiliki nama. Tak lupa mereka pun turut mengimbau para penonton maupun pengunjung Denfest di Wantilan Desa Adat Renon agar selalu menaati protokol kesehatan.
Mengulik Keunikan Layang-layang Bali
Layang-layang sebagai bagian dari kesenian dan aktivitas budaya masyarakat Bali turut menjadi sorot kepedulian Denpasar Festival ke-14 melalui Lokakarya Layang-layang. Acara lokakarya yang berlangsung di Wantilan Desa Adat Renon pada Sabtu (18/12) diisi oleh I Gede Agus Suprapta sebagai pembicara. Selama satu setangah jam, Agus menceritakan sederet pengetahuan soal layang-layang Bali, dimulai dari sejarah hingga tips dan trik dalam membuat layangan yang presisi.
Lokakarya yang dipandu oleh Gede Lanang Darma Wiweka alias Mr. Botak. Para peserta yang berasal dari Komunitas Rare Angon menyimak dengan seksama penjelasan dari Agus. Layangan Bali memiliki ciri khasnya tersendiri, tetapi yang paling dikenal yaitu Janggan, Bebean, dan Pecukan. Ada beberapa hal yang harus dipenuhi agar menghasilkan layangan Bali yang kuat dengan liukan yang cantik, seperti bahan baku dan teknik pembuatan.
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!