Posts

Tradisi yang mengakar kuat di Kota Denpasar kini dibarengi dengan adanya teknologi yang mendorong modernisasi. Tradisi tersebut turut serta berkembang dan dikenalkan kembali dalam pengemasan yang memukau. Panggung budaya Denpasar Festival ke-17 turut menghadirkan seniman – seniman lokal yang berupaya untuk mengenalkan kembali budaya kontemporer kepada seluruh pengunjung yang hadir dalam gelaran Denfest hari ketiga.

Panggung budaya dibuka dengan kesenian Tari Kathak. persembahan dari Sanggar Swami Vivekananda Cultural Centre bersama dengan Konsulat Jenderal India di Bali. Sebanyak empat penari membentuk koreografi yang indah dengan diiringi musik khas india. Tari Kathak merupakan tarian tradisional berasal dari india yang memiliki asal usul yang berkaitan dengan penyair keliling di India Utara yang dikenal sebagai Kathakar.

Tari Kathak yand ditampilkan di Panggung Budaya pada hari ketiga Denpasar Festival (24/12)  

Setelah dikenalkan dengan budaya luar negeri, Panggung Budaya kini diisi dengan sajian musik tradisional dari Indonesia, yakni musik keroncong. Sanggar Gita Lestari Puri Agung Kesiman kembali menghadirkan musik tradisional keroncong yang khas dengan alunan lembutnya. Menghidupkan kembali gairah musik legendaris, Gita Lestari berupaya untuk mengenalkan kepada seluruh pengunjung baik itu muda hingga tua tentang keindahan musik keroncong.

Penampilan Musik Keroncong oleh Sanggar Gita Lestari Puri Agung Kesiman

Penampilan musik ketiga datang dari komunitas Saut Saih yang menampilkan musik bertajuk Prabha Sankara. Alunan musik gamelan mulai  terdengar menggema di Lapangan Puputan Badung dikala komunitas ini memulai penampilannya. I Gusti Ngurah Rama Putra dari Komunitas Saut Saih menjelaskan musik Prabha Sankara yang ditampilkan merupakan karya musik kontemporer yang menggunakan media ungkap gamelan Bleganjur. Made Saputra selaku komposer turut menjelaskan mengenai konsep Prabha Sankara yang memiliki arti pancaran sinar, ”konsepnya bagaimana sinar matahari itu terbit dari timur dan kita mengaplikasikannya dalam gamelan itu kita mulai dari dimulai riong” ungkap Made.

Penampilan karya musik kontemporer Prabha Sankara dari Sanggar Saut Saih

Sajian musik kontemporer lainnya datang dari Sanggar Siwer Nadi Swara yang mempersembahkan garapan bertajuk Musik Kontemporer Brumbun. Brumbun diartikan sebagai pengejawantahan dari berbagai jenis instrumen yang bergabung kemudian menciptakan alunan musik yang harmonis. Penampilan musik kontemporer Brumbun ini turut memukau pengunjung dengan adanya alat musik yang khas dari dua budaya yang berbeda, yaitu Bali dan Sunda.  Sanggar ini mencoba menggabungkan gamelan bali seperti gangsa, kantil dan jegogan dengan alat musik sunda seperti kendang dan suling Sunda. Tak hanya itu alat musik modern juga turut serta didalamnya seperti keyboard.

Penampilan Musik Kontemporer Brumbun dari Sanggar Siwer Nadi Swara

Penampilan selanjutnya yang kembali memukau pengunjung yaitu Tari Rudhira Tarpana yang menceritakan mengenai persembahan darah oleh para wanita kepada tanah kelahirannya.  Mahijasena sebagai koreografor turut menjelaskan konsep dari tari tersebut, “Karya Rudhira Tarpana merupakan kolaborasi dari Sanggar Bumi Bajra dengan Puri Agung Denpasar dan UKM Satyam Siwam Sundaram dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana. Jadi di karya ini kami mengangkat teks dari sagung biang, dari teks ini kami melihat fenomena atau peristiwa yang sangat heroik dari kisah perjuangan perempuan bali, jadi penyintasnya Jero Nyoman Nuraga, dari ceritanya kami angkat dan Sagung Biang sendiri adalah bagian keluarga dari Jero Nyoman Nuraga. Kami ingin mengangkat cerita heroik dari perempuan bali yang meninggalkan status wanitanya dan setara dengan laki – laki untuk ngeritus atau yadnya tertinggi yaitu Puputan” ungkap Mahijasena. Ia turut mengapresiasi dan merasa senang telah tampil di panggung budaya Denpasar Festival khususnya Lapangan Puputan yang menjadi lokasi dari cerita yang diangkat dalam penampilannya. Mahijasena turut menambahkan harapannya agar festival ini dapat terus mewadahi koreografer muda untuk berkembang.

Penampilan Tari Rudhira Tarpana

Penampilan terakhir panggung budaya Denpasar Festival hari ketiga ditutup penampilan Tari Luh Gunagina dari Sanggar Guna Gina bersama dengan Fakultas Hukum Universitas Udayana. Tari ini menjadi salah satu tari lainnya yang mengusung konsep kontemporer dengan mengangkat cerita tentang hak perempuan, serta permasalahan terkait feminisme dan patriarki.

Penampilan Tari Luh Gunagina