Berkenalan dengan Nirartha Bas Dwiwangkara, sutradara yang salah satu filmnya hadir pada program acara Denpasar Sineas Festival pada Minggu (25/12). Sungguh, tak banyak orang seperti Nirartha, ketika kondisi seolah membuat pesimis untuk berkarya, Nirartha tetap percaya bahwa dedikasinya akan selalu membukakan jalan dan peluang. Ini dibuktikan dalam kiprahnya sebagai filmmaker. Dedikasi Nirartha bahkan mengantarkannya ke berbagai festival film nasional hingga internasional.
Sosok Nirartha Bas Diwangkara atau yang karib disapa Nirartha dan karya filmnya cukup santer diputar di ruang-ruang pemutaran di Bali. Ia kerap menjadi sutradara sekaligus produser kreatif. Kiprah Niratha dibidang film bermula dari hobinya saat masih duduk di bangku sekolah, meluangkan waktunya untuk menonton film hingga lima kali sehari. “Jadi waktu itu jaman SMP bosen gatau mau ngapain dan ingin jadi apa,” ungkapnya ketika dijumpai di sebuah coffee shop pada Selasa (20/12). Intensitas menambah literasi filmnya itu membuat Nirartha kemudian tertarik untuk mengikuti kegiatan volunteer beberapa pemutaran film di Bali. Dari sana, Nirartha kian mendalami minat dan bakatnya dibidang perfilman.
Teringat jelas dalam benarnya, sekitar 10 tahun yang lalu, kegiatan volunteernya itu membuatnya terdorong untuk ikut organisasi film pendek seperti Minikino. “Waktu itu saya juga sambil kerja di kantor, malemnya saya lanjut ikut acara tentang film,” ucapnya mengingat-ngingat. Semakin banyak film yang ia tonton, semakin besar keinginannya untuk berkecimpung dibidang pembuatan film. “Hanya saja masih ada rasa tidak percaya diri, karena setelah menonton banyak film, bukan masalah kita bisa mempraktikkan teknis ya, tapi tujuan kita apa sih pembuatan film itu, jadi kita mau menyampaikan apa,” tutur Nirartha seraya mengulah tangannya. Nirartha kala itu masih merasa bingung apa yang ingin ia suarakan jikalau ia membuat sebuah film. Sementara, ia merasa harus realistis dalam pembuatan film. “Jadi ada pilihan antara komersil dengan tujuan ekonomi atau film sebagai medium untuk berbicara,” tambahnya. Sebagai orang Bali, ada keinginan pesan-pesan yang ingin ia sampaikan terutama memperlihatkan Bali dari sisi selain kemegahan pariwisatanya. “Akhirnya saya memilih belajar di perfilman bukan hanya memahami bagaimana operasikan kamera, tetapi lebih ke pemikiran,” papar Nirartha.
Pada tahun 2014 ia pun memantapkan jalan yang lebih serius untuk belajar tentang perfilman. “Tapi saya masih ada kerjaan di Bali, akhirnya saya apply beasiswa untuk belajar basic filmmaking di Amerika,” ujarnya. Niatnya itu pun berhasil diwujudkan. Nirartha menempuh studi Digital Media pada program Community College Initiative Program dari American Exchange Foundation dan Fulbright Indonesia di Pierce College selama setahun.
Setahun belajar dari Amerika Serikat, Nirartha belajar banyak terutama dalam hal produksi film. “Karena waktu di US belajar tentang accounting, tentang business plan, bahwa ini berkaitan dengan bisnis dan uang, jadi harus realistis,” kata pria yang juga lulusan Fakultas Sastra Universitas Udayana itu. Menimbang hal-hal teknis dan pendanaan, Nirartha sebagai sineas yang tergolong baru berkecimpung, berupaya untuk menjalin kolaborasi antar pegiat film di Bali. Terutama saat ia membuat film berjudul Tergila-gila di tahun 2019. Filmnya tersebut mengangkat sebuah isu sosial tentang konflik batin tokoh utama, seorang remaja di masa pubertas yang memiliki perasaan tak wajar kepada paman si tokoh utama pengidap penyakit kejiwaan ‘schizophrenia’. Di sisi lain, pada saat yang bersamaan juga menyukai salah seorang teman sekelasnya yang dianggap populer. “Cerita ini membuat saya galau. Ingin deh menceritakan tentang ini. Scriptnya jadi, tapi saya ga punya modal,” ucapnya seraya tertawa kecil.
Terbentuknya Komunitas Film Sarad
Meski terhalang urusan permodalan. Nirartha pun mengupayakan kolaborasi dengan sesama pegiat film di Bali. Modal gotong-royong lah yang membuat ia kemudian bertemu dengan orang-orang yang membantu mewujudkan cerita filmnya tersebut. “Dari sanalah saya ketemu beberapa teman dan kita membuat komunitas yang bernama FIlm Sarad,” kata Nirartha. Komunitas yang menaunginya ini pun terus berkembang. Seiring pertumbuhan komunitasnya, ia juga menyadari bahwa proses berkarya memerlukan kolaborasi dari elemen kesenian lainnya, seperti teater, animator, hingga ilustrasi.
Berbagai film pun telah dihasilkan Nirartha dengan kolaborasi yang terjadi dalam komunitas Film Sarad itu. Beberapa filmnya adalah animasi pendek Anak-Anak Milenial (2022) sebagai produser dan sutradara, film fiksi pendek @itsdekraaa (2021) sebagai produser, dokumenter pendek Di Balik Lukisan Sidik Jari (2020) sebagai produser, film fiksi pendek Angkarayu sebagai asisten sutradara (2019), dan film fiksi Tergila-gila sebagai penulis naskah dan sutradara. Beberapa garapan film juga sedang berlangsung di tahun ini, seperti animasi pendek Temporary Temptation dan Where the Wild Frangapanis Grow. Konsistensi berkaryanya tersebut membuat beberapa film Nirartha mendapatkan penghargaan dalam beberapa kesempatan. Misalnya, film Tergila-gila yang mendapatkan Film Pendek Terbaik di Bali Jani Festival 2019 sekaligus masuk ke dalam nominasi FIlm Pendek Terbaik Festival Film Indonesia di tahun yang sama.
Nirartha tak payah berkarya. Di tahun ini bahkan Nirartha baru menyelesaikan buku dan web series yang menjadi kesatuan tentang kuliner Bali yang berjudul Warisan Cita Rasa Bali. “Nah kebetulan ini diputar saat Denpasar Sineas Festival, lalu film saya yang lain adalah @Itsdekraa kebetulan saya produsernya, satu lagi tahun lalu saya buat animasi film pendek juga judulnya Anak-Anak Milenial, itu saya juga jadi produser dan sutradaranya,” jelas Nirartha sambil mengingat-ngingat.
Dedikasi: Kunci Agar Tak Payah Berkarya
Jika dilihat ke belakang, awalnya, Nirartha memang merasa tidak percaya diri. Tetapi, ialah yang justru yakin untuk memulai langkahnya. Baginya, seseorang harus mengetahui dirinya sendiri; ingin melakukan apa dan menjadi apa. Nirartha sendiri dengan lugas mengatakan ia ingin menjadi seorang filmmaker. Keinginannya diiringi dengan dedikasi. “Perlu dedikasi, dedikasi itu menurut saya pelajarin dari diri saya sendiri ketika kita tidak suka dengan apa yang kita kerjakan dan kita yakin dengan apa yang kita mau, itu pasti susah,” paparnya. Oleh karenanya, keyakinan terhadap diri sendiri dan tujuan yang dicapai baginya akan memberikan jalan dan peluang, seperti apa yang telah dialami Nirartha sendiri. Dedikasinya pun diringi dengan langkah kecil untuk mewujudkan apa yang dicita-citakan. “Small steps. Dimulai dari hal yang kecil karena dulu saya ingin hanya hasil tapi tidak dengan proses. Dalam perjalanan, saya akhirnya percaya ternyata proses itu progress, dengan progress kita akan berkembang.” tutupnya. Ia yang ketika dahulu ragu memulai, ingin mengatakan bahwa langkah kecil untuk memulai apa yang dituju sangatlah penting. Nirartha dengan segala karya dan penghargaannya, telah membuktikan prinsip itu.