Perjalanan sebuah topeng khas Bali dari tangan pemahat, hingga ditarikan dan diiringi gamelan serta alunan kidung hadir hanya dalam sebuah Seminar bertajuk “Menelisik Makna di Balik Topeng Bali”. Para maestro membagikan linimasa perjalanan topeng di Bali dengan apik dan komprehensif pada Kamis (16/12)
Para maestro yang menyampaikan materi seputar topeng di Bali yaitu Prof. Dr. I Made Bandem, MA., Guru Anom, dan I Wayan Marya (Sangging Topeng). Ketiganya membawakan materi yang berbeda, tetapi masih dalam satu nafas yang sama. Materi pertama yang dibawakan Prof Bandem yaitu “Eka Dasamas Bhavaning Topeng Bali, Sebelas Ikonografi Topeng Bali”. I Gede Anom Ranuara (Guru Anom), budayawan Bali, menjelaskan secara komprehensif makna dibalik topeng Bali. Selanjutnya, ada pula pemaparan dari I Wayan Marya selaku pemahat topeng Bali dari Sangging Topeng yang menjelaskan pembuatan topeng.
Acara yang dimoderatori oleh Juniarta, seorang jurnalis itu diawali dengan suasana haru sebab seluruh penonton diajak memanjatkan doa atas berpulangnya salah satu maestro topeng di Bali, I Gusti Ngurah Windia, Penari Topeng Tugek Carangsari, Petang, Badung. Sang maestro berpulang tepat pada Senin lalu. “Berdoa agar jalan beliau galang padang. Sebagaimana api yang mencahayakan dunia. Berdoa mulai,” ujar Juniarta dalam pembukaan seminar hari ini yang berlangsung di Gedung Teater Taksu, Dharma Negara Alaya.
Sebagai pembuka Prof Bandem mengungkapkan sebelas ikonografi topeng di Bali. Topeng-topeng tersebut diantaranya Patung Datonta, Barong Brutuk, Barong Ket, Barong Lembu, Barong Bangkal, Barong Landung: Jro Gede & Jro Luh, Barong Dingkling (Blas-Blasan): Hanuman, Barong Dingkling (Blas-Blasan): Anggada, Wayang Wong: Rahwana, Topeng Keraksasaan: Rangda, dan lainnya. Prof Bandem lebih lanjut menyebutkan masing-masing sejarah topeng dan masing-masing nilai filosofisnya. Yang menarik dari ulasannya, salah satu topeng, yakni Topeng Gadjah Mada ternyata tapelnya dapat dibuka dan ditutup pada bagian hidung. Sehingga ketika bagian tersebut ditutup, Gadjah Mada adalah pemimpin nusantara saat itu. “Sementara saat dibuka hidungnya, yang muncul adalah karakter bondres, sebagai rakyat biasa,” paparnya.
Selain Prof. Bandem, seminar dilanjutkan oleh I Gede Anom Ranuara (Guru Anom), budayawan Bali, menjelaskan secara komprehensif makna dibalik topeng Bali. Selanjutnya, ada pula pemaparan dari I Wayan Marya selaku pemahat topeng Bali dari Sangging Topeng. Ia menjelaskan proses pembuatan topeng, dimulai dari pemilihan bahan baku hingga sakralisasi topeng. Menurut Prof Bandem, seminar kali ini membahas secara komprehensif dari aspek historis hingga bagaimana topeng dibuat dan ditarikan. “Topeng memiliki fungsi yang sangat penting, tidak hanya dari kesejarahan tetapi dari segi edukasi, dan komunikasi juga sangat penting,” jelas Bandem.
Pada akhir seminar, Prof Bandem pun langsung menarikan sebuah tarian topeng yang diiringi gamelan dan alunan kidung merdu dari Guru Anom. Para peserta seminar yang menyaksikkan pun berdecak kagum atas penampilan para maestro. Prof Bandem menjelaskan selama dirinya menari, Ia selalu berpegang pada teknik Ngunda Bayu, yang merupakan distribusi energi keseluruh tubuh ketika sedang menari sehingga tidak mudah lelah. “Tadi saya menari 10 menit, kalau tidak ada usaha Ngunda Bayu dengan baik, saya rasa kita akan cepat lelah,” terang Prof Bandem. Teknik Ngunda Bayu amatlah penting untuk digunakan bagi para seniman Bali khususnya penari. Ia pun menyarankan seniman ini agar berlanjut dengan materi mengungkap energi termasuk Ngunda Bayu serta memperdalam proses pembuatan topengnya.
Sebagai seniman pembuat topeng, I Wayan Marya menuturkan kondisi pandemi Covid-19 tidak menyurukan semangatnya untuk terus berkarya. “Tetap berkarya, berkarya, dan berkarya, karena kita punya imajinasi, penyatuan pikiran, tenaga, dan perkataan,” jelasnya. Meskipun kondisi pandemi menurunkan penjualan karya seni topengnya, tetapi hal itu tidak menjadi masalah bagi Marya. “Walaupun tidak terjual itu (topeng), sebagai pajangan kepuasan batin kita. Kita tidak merasa miskin, kita tetap kaya dengan hasil karya seni kita,” tegas Marya. Semangat berkesenian pun ditularkan Marya kepada buah hati dan anak-anak yang mengunjungi studio topengnya.
Tak hanya seminar, acara yang mulanya dibuka dengan hadiri peluncuran buku “Spirit Denpasar Festival: Esensi Kepemimpinan Arsa Wijaya Menata Denpasar Abad XXI”. Peluncuran buku ini, ingin agar menrawat kembali ingatan kolektif sekaligus kedekatan emosional para warga kota dengan situs-situs serta aktivitas kebudayaan Denpasar. “Mudah-mdahan kalau bisa memotivasi tukang tapel yang bisa dihitung dengan jari dari Denpasar. Anak-anak kita support. Kita di denpasar lahir anak-anak muda seperti Keduk dan Marmar mampu untuk itu, makanya kita tapilkan berikan mereka ruang untuk disalurkan bakat dan minatnya,” ucap Jaya Negara. Oleh karenanya, pelaksanaan Denpasar Festival ke-14 ini agar program berbasis seni budaya terus dapat bergeliat sehingga memacu aktivitas kreatif para seniman yang selama ini terbatasi ruangnya akibat pandemi. “Denfest saya prioritaskan untuk memberikan ruang (para seniman) untuk aktif kembali. Walaupun tidak banyak yang bisa kita support, minimal polih-lah kesempatan.” Tutupnya hari itu seraya disorot lampu Ruang Teater Taksu.
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!