Terlaksana secara tatap muka, Denpasar Festival ke-15 tahun 2022 dengan mengusung tema cahaya keindahan digelar kembali di Gajah Mada, sentral perekonomian dan kawasan heritage Kota Denpasar.
Di sepanjang kawasan heritage Gajah Mada, berderet bangunan klasik, pertokoan, dan beragam aktivitas publik yang berjalan setiap saat. Kekhasan kawasan heritage Gajah Mada membuatnya menjelma sebagai bukti perkembangan kota. Tak heran bila kawasan dengan nuansa lama ini menjadi pusat dari berbagai aktivitas budaya dan kesenian Kota Denpasar, salah satunya Denpasar Festival. Perhelatan akhir tahun Kota Denpasar yang kini kembali digelar secara tatap muka di kawasan jalan Gajah Mada tentu saja menarik atensi setiap orang untuk berkenalan dengan keunikan dari kawasan tersebut.
Jalan Gajah Mada pada awalnya difungsikan sebagai jalan provinsi. Akan tetapi, kini setelah pengembangan Kota Denpasar, kawasan ini beralih menjadi jalan kota dan menjadi akses utama masuk ke Kota Denpasar. Melintas di sepanjang 800 meter ujung Barat jalan Thamrin, setiap masyarakat yang telah memasuki kawasan Gajah Mada akan disambut dengan pesona patung Catur Muka yang kokoh berdiri di tengah lalu lalang aktivitas masyarakat.
Bernostalgia bersama Arsitektur Kuno Pertokoan Gajah Mada
Perkembangan dan revitalisasi di wilayah Kota Denpasar tak mengikis guratan seni masa lalu yang tergambarkan dari kawasan Gajah mada. Jajaran pertokoan yang memiliki arsitektur seragam, berlantai dua dan tiga dengan struktur lantai atas yang menjorok kedalam, menciptakan gang-gang berkanopi di bangunan pertokoan Gajah Mada tersebut. Perpaduan arsitektur khas Tionghoa, Belanda dan Bali turut memberikan ciri khas dan warna tersendiri dari kawasan ini.
Sudut kota dengan ragam pernak-pernik lampu jalanan bergaya Eropa, turut mempercantik pedestrian di kawasan tersebut dan seakan mengingatkan kita akan sejarah masa lampau dari kawasan Gajah Mada yang dulunya pernah menjadi sentral kegiatan ibu kota pada masa penjajahan Belanda. Ragam estetika masa lampau seperti papan nama serta bangku taman turut dipertahankan sehingga memberikan nuansa kolonial di kawasan tersebut.
Landscape kota tua Denpasar di Kawasan Gajah Mada saat ini menjadi salah satu peninggalan sejarah berwujud yang memberikan nuansa historikal bagi setiap pengunjung yang hendak melakukan aktivitas atau sekedar melintas di kawasan tersebut. Menapaki kawasan Gajah Mada seakan diajak bernostalgia di atas arus modernitas dan globalisasi yang kian cepat dari masyarakat.
Sejalan dengan perkembangan kultur budaya masyarakat Kota Denpasar, turut memunculkan seniman-seniman lokal yang kian kreatif menuangkan pemikiran dalam bentuk guratan seni. Penataan tata ruang dan revitalisasi kawasan Gajah Mada menjadi bukti nyata kolaborasi apik dalam menambah nuansa seni dan mempertahankan eksistensi di tengah gencaran globalisasi. Dua buah patung setinggi 3 meter dengan tema Sang Kala Tri Semaya karya I Nyoman Gede Sentana Putra (Kedux) dan Patung Ratu Mas Melanting sebagai karya dari Putu Marmar Herayukti berdiri dengan elok dan kini dapat dinikmati di sekitar kawasan heritage Gadjah Mada.
Kawasan Heritage dengan beragam aktivitas perekonomian publik
Tepat pada tahun 2008, pemerintah Kota Denpasar meresmikan kawasan Gajah Mada sebagai salah satu kawasan heritage di Kota Denpasar. Keunikan dari karakter dan ciri khas kawasan Gajah Mada tersebut turut mengubah kawasan ini menjadi kawasan heritage dengan berbagai aktivitas publik di dalamnya. Beragam bangunan tua yang kokoh berdiri, difungsikan sebagai pusat pertokoan dan bisnis masyarakat kota dari dulu hingga kini.
Berdirinya dua pasar tradisional terbesar, yaitu Pasar Badung dan Pasar Kumbasari, serta jajaran pertokoan yang melintang di sepanjang kawasan Gajah Mada menjadikan kawasan tersebut dikenal menjadi pusat perekonomian masyarakat Kota Denpasar. Pecinan Gajah Mada, begitulah kawasan ini dikenal pada masa lampau yang tentunya memiliki makna tersendiri, yaitu kawasan yang sebagian besar diisi oleh masyarakat etnis Cina yang berprofesi sebagai pedagang.
Kawasan pecinan yang kini dikenal sebagai kawasan heritage Gajah Mada menjadi tapak sejarah perekonomian masyarakat di masa sebelum kemerdekaan Indonesia. Aktivitas ekonomi dari berbagai elemen masyarakat memberikan tampilan nyata perkembangan perdagangan dan bisnis yang demikian pesat di kawasan tersebut. Kini, beragam aktivitas pertemuan penjual dan pembeli di kawasan Gajah Mada menjelma menjadi berbagai bentuk seperti pasar tradisional, pasar malam kuliner lokal, dan juga pasar seni.
Perkembangan globalisasi juga turut menjadikan kawasan ini sebagai sentral perekonomian dari berbagai elemen masyarakat, yang memberi warna dan refleksi pluralitas di Bali dengan spirit kebudayaan. Kini, kisah jalan Gajah Mada dengan berbagai keunikan dan sejarah historikal menjadikannya sebagai representasi kota tua Kota Denpasar. Pada kawasan ini juga akan digelar Denpasar Festival ke-15 yang berhelat pada 21-25 Desember 2022.
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!