Denfest ke-14 tidak hanya mengakar pada isu kebudayaan saja. Akar tersebut turut menjalar ke isu lingkungan yang salah satunya diterjemahkan melalui Lokakarya Eco Enzyme yang berlangsung di Banjar Absan, Tegal Buah, Padangsambian Kelod pada Rabu (15/12)
Aksi nyata mencintai lingkungan disosialisasikan dengan apik oleh Komunitas Eco Enzyme Nusantara dalam Lokakarya Eco Enzym. Para peserta yang merupakan ibu-ibu anggota PKK dari 13 banjar di Padangsambian Kelod tampak antusias menyimak penjelasan dari Joko Ryanto sebagai pemateri dan relawan Eco Enzyme Nusantara. Joko menjelaskan bahwa setiap sosialisasi yang diadakan Eco Enzyme Nusantara berfokus pada upaya penyelamatan lingkungan dari pemanasan global melalui pengelolaan sampah organik menjadi cairan fermentasi bernama eco enzyme.
Penyampaian materi dibuka dengan membangun kesadaran kepada para peserta bahwa bumi tidak baik-baik saja. Jo, sapaan akrab Joko Ryanto memutar dua video yang salah satunya video pendek dari presenter kondang Najwa Shihab perihal keadaan bumi yang semakin memburuk. Ibu-ibu yang semula terdiam semakin merenung ketika melihat kedua video tersebut. Lantas Jo pun memecah lamunan para peserta dan berujar, “Bagaimana ibu-ibu, apakah masih merasa kita baik-baik saja?”
Beberapa peserta menjawab dengan gelengan kepala. Menurut Jo yang saat menjelaskan ditemani rekan relawannya yang bernama Sisil bahwa keutamaan sosialisasi diberikan kepada para ibu, sebab ibu adalah individu yang kerap berurusan dengan dapur. “Dapur itu adalah penyumbang terbesar limbah rumah tangga,” ungkap Jo. Pernyataan Jo selaras dengan data dari Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bahwa timbulan sampah yang dihasilkan sepanjang tahun 2020 sebanyak 33 juta lebih ton sampah. Secara rincinya SIPSN turut membagi komposisi sampah menjadi dua grafik komposisi yaitu komposisi sampah berdasarkan jenis dan komposisi sampah berdasarkan sumber sampah. Faktanya pada grafik sampah berdasarkan sumbernya, sampah yang bersumber dari rumah tangga menempati persentase terbesar yaitu 38,3 persen.
Komunitas Eco Enzyme Nusantara merupakan yang berdiri di Bali dan menyebar hingga ke seluruh pulau dewata bahkan Indonesia, kini tercatat 28 provinsi yang sudah bekerja sama dengan komunitas yang pertama kali bersosialisasi di Bali pada 20 Oktober 2019. Jo juga menekankan penjelasan pada sampah organik akan sangat berbahaya apabila tidak diolah dengan baik akan menghasilkan gas metana. Adapun gas metana memiliki efek pemanasan global 23 kali lebih besar dari karbondioksida.
Eco enzyme yang merupakan cairan fermentasi dari sisa kulit buah dan sayur dari limbah rumah tangga, memiliki segudang manfaat. Baik itu untuk udara, tanah, air, maupun kesehatan. Kandungan ion hidroksil dan radikal hidroksil menurut penjelasan Jo mampu berfungsi sebagai pembersih udara. Tak hanya itu, dengan 1 liter eco enzyme mampu memurnikan 1000 liter air yang terkontambinasi kotoran. Eco enzyme dapat dibuat dengan siapapun dan dimanapun, hanya dengan menggunakan air, gula merah / molases, dan limbah rumah tangga sudah mampu menghasilkan eco enzyme. Tentunya untuk menghasilkan cairan ini dengan maksimal membutuhkan trik khusus yang harus diperhatikan. Seperti membubuhi tanggal pembuatan pada botol sebagai pengingat, menutup botol dengan rapat, dan memperhatikan agar proses fermentasi tidak melebihi 3 bulan, serta menjauhkan dari sinar matahari dan aliran listrik / perangkat elektronik.
Pada bulan pertama, cairan yang diolah berwujud alkohol, bulan kedua berwujud cuka / asas asetat, dan bulan ketiga berhasil membentuk enzim. Peneliti yang menemukan eco enzyme yaitu Dr. Rosukon Poompanvong, melakukan penelitian selama 30 tahun dan memutuskan tidak mematenkan hasil temuannya dengan alasan agar seluruh masyarakat dapat terlibat menjaga bumi dengan eco enzyme. Hal inilah yang turut menjadi nafas pergerakan yang dilakukan Jo dan ara relawan Eco Enzyme Nusantara. “Kalau kita mendukung jual beli eco enzyme maka sama saja kita mendukung bumi dirusak,” jelas Jo tegas.
Selama mengedukasi masyarakat, Jo mengungkapkan bahwa Komunitas Eco Enzym Nusantara tidak pernah memungut biaya apapun. “Kami menolak bantuan dari manapun termasuk CSR manapun,” tegas Jo. Komunitas ini membuka kerja sama dengan siapapun, termasuk pemerintah daerah di setiap Provinsi Bali yang telah melakukan kerja sama dengan harapan Bali menjadi barometer percontohan eco enzyme. Tak hanya diranah Indonesia, komunitas ini telah memenuhi permintaan sosialisasi dari berbagai negara di Afrika, Belanda, India, Australia, Singapura, dan Manila.
Keberadaan sosialisasi eco enzyme adalah salah satu implementasi dari aturan yang berkaitan dengan pengelolaan sampah. Keputusan Gubernur Bali Nomor 381/03-P/HK/2021 dan Instruksi Gubernur Nomor 8324 Tahun 2021 merupakan tindak lanjut dari Peraturan Gubernur Bali Nomor 47 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber. Peraturan tersebut mengerucutkan strategi pengelolaan sampah menurut Kebijakan dan Strategi Daerah dalam Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga dalam Pergub No. 95 tahun 2018. Usaha pengurangan sampah juga diatur dalam Pergub No. 97 tahun 2019 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai.
Salah satu peserta Lokakarya yaitu Ni Putu Karisma Yanti, sangat mengapresiasi adanya lokakarya ini. “Sangat menarik sekali karena sangat bermanfaat bagi kita ibu-ibu rumah tangga untuk mengolah sampah,” jelasnya. Karisma yang merupakan istri dari Perbekel Desa Padangsambian Kelod menjelaskan bahwa kedepannya pihak desa merencanakan untuk menggandeng Eco Enzyme Nusantara untuk membimbing tiap dusun di Padangsambian Kelod agar dapat beraksi secara nyata dan tidak berhenti hanya sampai di kegiatan sosialisasi saja.
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!