Kreativitas seolah tak pernah pudar di Kota Denpasar, terbukti pada gelaran Denpasar Festival hari keempat (24/12) berhasil menghadirkan berbagai komunitas ataupun sanggar yang bergerak di bidang seni tradisional hingga modern.
Pelaksanaan Denpasar Festival hari keempat di Pelataran Pasar Badung kini mengambil sajian kesenian budaya kontemporer. Perhelatan seni pengembangan ini berlangsung sejak pukul 18.45 hingga 21.45 WITA. Para penampil dalam pelaksanaan Denfest hari keempat yaitu, Sanggar Kanaka Akusara, Clarence Institute, Sanggar Yonggy Swara, Sanggar Sundaram, dan Komunitas Seni Naluri Manca.
Musik kontemporer mengalun kencang di area pelataran yang menjadi tanda bahwa sajian budaya Denpasar Festival hari keempat telah resmi dimulai. Alunan tersebut dibawakan oleh Sanggar Kanaka Akusara yang memilih judul “Pelangi” dengan memaknai akan terbitnya cahaya setelah gelap, hujan, dan gemuruh langit melanda, meskipun tidak ada yang tahu letak ujung dari pelangi tersebut.
Beralih menuju penampilan anak-anak hingga remaja yang tergabung dalam Clarence Institute. Menampilkan dua buah garapan musik hingga tarian kontemporer yang bertemakan tentang cahaya. Meskipun harus mengalah dengan derasnya hujan, tetapi semangat anak-anak yang meminta untuk segera tampil seakan ikut mengobarkan spirit kepada penonton yang hadir.
Selain itu, Sanggar Yonggy Swara turut menampilkan garapan musik kontemporernya yang mengambil judul “Suar” dengan makna cahaya. Garapan tersebut mengandung harapan agar cahaya keindahan terus terpendar untuk kian membangkitkan kreativitas di kota seni. “Untuk garapan tahun sekarang kita kebagian musik kontemporer dan mengangkat judul suar, kecepatan cahaya yang ada dan efek yang ditimbulkan,” ungkap I Komang Juni Antara selaku ketua sekaligus pendiri Sanggar Yonggy Swara.
Dirinya juga mengaku sangat bangga karena ini bukan kali pertama bagi Sanggar Yonggy Swara untuk tampil di Denfest. “Kebetulan tahun lalu sudah tampil, dan tahun sekarang di hubungi kembali, awalnya kita ingin tradisi, dan akhirnya kita dapat musik kontemporer,” tambah Juni. Dengan persiapan yang terbilang singkat yaitu selama dua minggu, sajian musik kontemporer bertajuk “Suar” tersebut berhasil mengajak masyarakat yang hadir terbawa akan irama yang mendayu.
Lebih lanjut, panggung diberikan kepada Sanggar Sundaram untuk menampilkan musik kontemporer berjudul “Hati Samudra” dengan alunan suling dan kekendangan yang menyejukan hati. Musik tersebut merupakan perpaduan musik modern dan tradisional. Hal ini menegaskan bahwa gamelan tradisi tetap kokoh di gencaran era modernisasi. Tak hanya musik, Sanggar Sundaram juga menyajikan tari kontemporer yang diberi nama “Tari Ening” dengan gerakan elok dan tenang. Tari tersebut merupakan tarian kontemplasi yang bermakna pembersihan diri.
Hari semakin malam dan gelap, tetapi penampilan yang ditunggu-tunggu berhasil memecah gelapnya malam itu. Naluri Manca, sebuah komunitas kreatif mementaskan garapan unggulannya yang bertajuk “Glow in the dark“. Sekitar 50 penampil dikerahkan untuk menampilkan sajian spektakuler tersebut. “Konsep saya ingin habis – habisan disana, kebetulan Denfest merupakan suatu ruang atau event dimana masyarakat kita dari kaula muda khususnya ada disana, saya ingin mengangkat bagaimana keterkaitan tentang air dan juga udara,” tutur Ida Bagus Eka Haristha.
Uniknya, komunitas kreatif tersebut mampu membuktikan kelayakannya dengan tampil pada ajang pencarian bakat, Indonesia Got Talent tahun 2022. Ini sebabnya, tidak heran jika banyak masyarakat berbondong-bondong memadati area pelataran Pasar Badung tuk menyaksikan kemegahan garapan Naluri Manca.
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!