Denpasar Festival hingga kini konsisten menjadi wahana utama untuk menyaksikan, memamerkan dan memanggungkan berbagai karya kekinian dari sektor ekonomi kreatif di Kota Denpasar. Beragam mata acara dirancang sedemikian rupa dengan pertimbangan yang matang untuk menciptakan suguhan kreasi bernuansa modern dan tradisional serta dapat memberikan inspirasi bagi masyarakat Kota Denpasar untuk terus berinovasi dan berkontribusi bagi kemajuan kota. Berlandaskan tema Jayastambha, Pilar Kejayaan menjadi perwujudan nilai yang tak tergoyahkan selama 15 tahun dari pelaksanaan Denpasar Festival ke-16. 

Tari baris pada inaugurasi pembukaan dan parade Denpasar Festival ke-16 sebagai perwujudan dari sebuah kejayaan

Perhelatan Denpasar Festival ke-16 tahun ini kembali diadakan di lokasi tempatnya bermula, titik nol Kawasan Catur Muka selama 4 hari mulai dari tanggal 22 – 25 Desember 2023. Spirit yang dihadirkan dalam tema Jayastambha seakan menuntut kreativitas dalam penataan dan pengelolaan event dengan berorientasi pada kenyamanan serta kepuasan pengunjung ataupun pengisi acara dan stand. Hal tersebut didukung dengan kolaborasi seluruh seniman dan pelaku usaha kreatif di Kota Denpasar yang turut hadir mengisi zona – zona pemanggungan. 

            Rahtwo dalam penampilan XXX Bali di panggung musik Lapangan Lumintang

Pesta perayaan akhir tahun Kota Denpasar pun turut disambut antusias oleh masyarakat yang nampak memadati Kawasan Catur Muka pada hari keempat tersebut. Mulai dari pagi kawasan Gajah Mada dan Kawasan Veteran yang diisi oleh jajaran stand UMKM fashion hingga kuliner tampak tak sepi pengunjung. Kian malam pun pengunjung kian tumpah ruah di Kawasan Gajah Mada dengan mengisi ruang terbuka di Lapangan Lumintang sembari menikmati sajian kuliner yang berada di kawasan tersebut. Kawasan Catur Muka turut menjadi spot yang tak kalah menarik untuk mengabadikan momen bersama keluarga serta teman untuk menghabiskan hari terakhir gelaran Denpasar Festival ke-16. 

Momen foto bersama pasca inaugurasi pembukaan dan parade oleh Walikota dan Wakil Walikota Denpasar beserta jajaran bersama dengan pengisi acara inaugurasi pembukaan

Denpasar Festival Memutar Roda Ekonomi Lokal Kota Denpasar 

Selain berfokus untuk memberikan wadah kepada para seniman, gelaran Denpasar Festival turut membantu untuk membangkitkan usaha lokal Kota Denpasar melalui stand-stand Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dan Industri Kecil Menengah (IKM) dari bidang fesyen, kriya, agro, kuliner baik dari kuliner heritage, fushion, urban hingga kopi yang tersebar dari Kawasan Gajah mada, Jalan Veteran, hingga Lapangan Puputan Badung. Terdapat total 178 pelaku UMKM/IKM unggulan yang terlibat dalam perhelatan Denfest tahun ini yaitu sejumlah 89 bidang fesyen, kriya, agro serta 89 dari bidang kuliner. Semenjak hari pertama pelaksanaan Denpasar Festival ke-16, berbondong-bondong masyarakat menjajaki berbagai stand yang ada. 

                                                   Jajaran stand UMKM di Kawasan Gajah Mada

Pelaku usaha pun mengungkapkan antusiasme masyarakat tahun ini sehingga tak jarang produk yang disajikan khususnya produk makanan ludes terjual. “Acara tahun ini sangat meriah, masyarakat sangat antusias,  kami menjual produk kopi, cake, roti, best seller cromboloni kami bawa 100 buah dan semua habis terjual,” ungkap Agus Yodi selaku salah satu tim UMKM kopi bernama Takaran Kopi. Selain itu, pelaku usaha juga mengungkapkan rasa terima kasihnya karena telah diberi kesempatan untuk mengikuti festival kreatif akhir tahun Kota Denpasar, “saya bersyukur bisa terpilih dan memeriahkan acara ini, bersyukur karena pendapatan pasti bertambah dan antusias masyarakat sangat besar. Di acara ini kita juga bisa memperluas jaringan melalui promosi,” tutur Diah Purnama Wati dari pemilik usaha kriya bernama Purnama Keben Bali. 

                      Produk keben karya UMKM di gelaran stand Denpasar Festival 

Ria kemegahan Denpasar Festival pun ditunjukkan dengan omset transaksi yang mencapai Rp. 4.908.028.000 atau sebesar 4,9 milyar lebih. Angka tersebut terdiri atas Rp. 2.646.158.400 yang berasal dari stand kuliner dan kopi serta sejumlah Rp. 2.261.869.600 dari stand fesyen, kriya, dan agro.  Angka yang tercatat telah melebihi target yang ditentukan di awal yaitu sebesar 3,5 milyar. “Masyarakat  Denpasar sungguh antusias,  kita banyak kehabisan stok, dan pelanggan banyak yang menunggu juga. Denfest kali ini sangat menyenangkan dan krodit, antusiasme luar biasa,” tutup Gita selaku tim UMKM yang bergerak di bidang agro. 

Ecoprint menjadi salah satu produk kreatif UMKM

 

Keterlibatan Seniman dan Pengisi Acara Denpasar Festival ke-16

Pemberian ruang kreatif dalam rangka pelaksanaan Denpasar Festival ini pun banyak dinanti oleh pelaku seni, mulai dari seni tradisi hingga seni modern. Seluruh mata acara Denfest pun telah disusun sedemikian rupa menyesuaikan dengan selera masyarakat dari berbagai generasi. Seniman tradisi khas Bali yang tergabung dalam berbagai komunitas kreatif, sanggar seni, serta karang taruna satu persatu telah menampilkan bermacam seni dari seni karawitan, seni bebalihan, seni sendratasik, hingga seni kontemporer.

Pertunjukan bondres di panggung budaya Lapangan Puputan

Adapun sanggar yang terlibat di Panggung Budaya Denpasar Festival yaitu Sanggar Wesi Cwaram, Sanggar Siwer Nadhi Swara, Sanggar Sabda Kencana Sakti, Sanggar Super Saiyan, Keroncong Gita Lestari, Dadong Rerod CS, STI Bali, Codet, Ayu Maenah, Ayu Petong, Gingsul & MKP Bali, Konjen India, Sanggar Padma Duta Nusantara, Teater Wongkutus & Kolaborasi Artis Pop Bali, Oemah Drum Creative, WYP Art Foundation, Konjen Jepang, Sanggar Capung Gandok, Kubu Kayumas Art, Sanggar Wacika, Sanggar Manik Metu, dan Naluri Manca. Penampilan budaya dari berbagai komunitas kreatif tersebut turut menjadi momentum agar masyarakat tak kian lupa dengan kesenian tradisi di era globalisasi. 

                 Penampilan tari kontemporer karya Komunitas Naluri Manca

Selain itu, seniman modern meliputi Denpasar Pop Jazz City, Bali Pop Fushion, Indie Reggae Akustika, Denpasar Rock Blues, musik kolaborasi, hingga penampilan jawara Youth Festival turut serta memeriahkan pemanggungan musik. Adapun nama musisi yang terlibat dalam Panggung Musik Denpasar Festival hari pertama hingga keempat diantaranya Sekolah Musik Farabi, Marching Band Warmadewa Feat Rokavatar, Bali Drums & Guitar MOB, Widi Widiana & Dek Ulik, Nanoe Biroe, De Beat Music Course, Dunky, Meiska, Kolaborasi Band Jawara Youth Fest, The Bali Voices (GAG, Ava, Suci), Anggis Devaki, Sekolah Musik Balawan, Bandsos, Denpasar Country, Bali Reggae Movement, Balawan with Denpasar Rock Session, Scared of Bums feat Robi Navicula, Febri PBK, Sekolah Musik Sangaji , Militan 45, Pherona, Nyonya Ayu, Discotion Pill, XXX Bali, Mr. Botax feat Jun Bintang and Friends. Persembahan musik tak hanya sekedar penampilan biasa namun menjadi sebuah momentum bagi seluruh seniman lokal untuk membentuk kembali skena musik yang dapat dinikmati seluruh khalayak dengan memberikan penampilan terbaik diatas panggung. 

Penampilan Anggis Devaki sebagai pengisi acara di panggung musik Lapangan Puputan

 Inaugurasi pembukaan Denpasar Festival ke-16 pun telah tersaji di Kawasan Catur Muka Denpasar yang dimeriahkan dengan pawai dan pementasan teatrikal dengan menggandeng sebanyak 1.200 orang penari. Konsep segar turut disuguhkan pada inaugurasi pembukaan untuk mengajak masyarakat mengingat kembali pilar – pilar penyangga budaya dan kejayaan Kota Denpasar melalui garapan dengan spirit utama Pura – Puri – Pasar. Inaugurasi pembukaan Denpasar Festival ke-16 resmi dibuka dengan penyerahan gelungan oleh Wali Kota Denpasar, I Gusti Ngurah Jaya Negara, S.E. kepada penari baris yang dibawakan oleh anak – anak. 

Pemasangan gelungan oleh Walikota Denpasar dan Wakil Walikota beserta jajaran sebagai simbolis pembukaan Denpasar Festival ke-16

Giat pengadaan Denpasar Festival sebagai pesta rakyat menjelma roh bagi kehidupan seni dan budaya di Kota Denpasar. Para seniman pun turut mengungkapkan rasa terima kasihnya karena dapat terlibat di acara sentral akhir tahun Kota Denpasar. “Terima kasih saya ucapkan ke Denpasar Festival, luar biasa sekali pusat kota di Bali mampu berkesinambungan menyediakan sebuah ruang yang dimana ruang ini semua membutuhkannya. Ada kreativitas, UMKM, sarana publikasi media, ruang seperti ini patut dipertahankan, dikembangan, dan  kian berinovasi kedepannya,” ungkap Ida Bagus Eka Haristha selaku salah satu pencetus Komunitas Seni Naluri Manca. Jun Bintang pun yang turut mewarnai pemanggungan musik hari keempat menambahkan harapannya agar gelaran Denfest tahun depan dapat menghadirkan lebih banyak musisi Kota Denpasar.

Penampilan Jun Bintang dan Mr. Botax sebagai salah satu pengisi acara di gelaran panggung Musik Lapangan Puputan

Penampilan dari para seniman mampu memantik antusiasme masyarakat sehingga selama empat hari digelar, Lapangan Puputan Badung tak pernah sepi pengunjung, bahkan selalu membentuk lautan manusia. Dengan berbagai macam pemanggungan, kehadiran Denpasar Festival pun mampu memberi ruang interaksi sosial dan bertemunya masyarakat dari beragam identitas dan usia, serta berhasil menjadi wadah penikmatan kreativitas sekaligus hiburan bagi masyarakat, serta sebagai media pendidikan, pembelajaran, dan pengungkapan seni. 

Wahana Kreativitas dalam Bentuk Peragaan Busana  

Denpasar Festival menjadi wahana untuk menyalurkan kreativitas dalam bentuk peragaan busana. Perhelatan fashion di Denpasar Festival selalu dinanti-nanti tiap tahunnya karena tanpa henti menampilkan karya terbaik desainer Kota Denpasar. Fashion Show Denpasar Festival ke-16 menghadirkan puluhan busana  etnik bali dari 20 desainer diantaranya Anacaraka, A2 Ayu Kebaya, Baliwa Songkat, Pramada, Anyar, Bali Puspa, Bali Nusa, Rhea Cempaka, Taksu Design, Dewata Busana, Artini Kebaya, Gexoya Kebaya, Kesara Bali, Ayu Khirana, Prana Bali, Regina Fashion, Kinara Busana, Primadona Mode, Tri Agung Busana, dan Raga Busana.

Potret model dalam gelaran Fashion Show di Panggung Inna Hotel yang menampilan busana etnik bali

Peragaan busana yang diinisiasi oleh Dinas Perindustrian Dan Perdagangan (Disperindag) Kota Denpasar serta didukung oleh Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Kota Denpasar, menjadi ajang bagi pelaku usaha fashion menunjukkan karya terbaiknya dan merupakan salah satu cara untuk merangkul seluruh desainer Kota Denpasar yang telah hadir menyemarakkan perhelatan Denpasar Festival ke-16 melalui stand fashion di sepanjang Kawasan Veteran dan Gajah Mada, “Kegiatan ini sebenarnya ajang untuk unjuk kreasi dari para desainer dan UMKM kota denpasar, Disperindag mencoba merangkul UMKM yang ada di Denfest,” papar Dewi Estede selaku Koordinator Mata Acara Fashion Show Denpasar Festival ke-16. Hasil karya desainer yang berpartisipasi pun turut dituangkan kedalam bentuk celemek dan tengkuluk. 

Antusiasme peserta dan pengunjung dalam Lomba Fashion Show Celemek dan Tengkuluk di Kori Gajah Mada

Denpasar Festival ke -16 turut mewadahi kreativitas bagi pecinta karakter jejepangan mulai dari manga, anime, film, buku komik, video game, atau karya fiksi populer. Coswalk menjadi bentuk penyaluran kreativitas diri melalui sebuah kostum dengan menghadirkan 51 hasil karya dalam kompetisi kostum karakter. Ken selaku juri turut menyampaikan banyaknya wajah baru yang menghiasi perhelatan Coswalk Competition tersebut, “Perbedaan tahun lalu dan tahun ini yaitu banyaknya wajah – wajah baru, dan juga pastinya mereka menunjukkan semangatnya, dan juga pastinya mereka menunjukkan bahwa mereka bisa”ucap Ken. 

Penampilan cosplayer dalam Coswalk Competition di Panggung Inna Hotel

Turut hadir dalam penutupan gelaran Denpasar Festival ke-16 pada hari keempat, Walikota Denpasar I Gusti Ngurah Jaya Negara. S.E serta Wakil Walikota Denpasar, Kadek Agus Arya Wibawa, S.E., M.M. mengunjungi stand – stand kuliner dan fashion di sepanjang Kawasan Gajah Mada dan Veteran serta menyambangi panggung – panggung musik di Lapangan Puputan.

Walikota Denpasar dan Wakil Walikota beserta jajaran mengunjungi zona pemanggungan di Lapangan Puputan pada gelaran terakhir Denpasar Festival ke-16

I Gusti Ngurah Jaya Negara. S.E turut menyampaikan harapannya akan gelaran Denpasar Festival, “melalui Denpasar Festival ini menjadi festival yang dapat memantik festival lain di Kota Denpasar pada tingkat desa hingga kecamatan sehingga nantinya festival ini dapat bergerak dan mengalir secara alami, dan pergerakan ekonomi pun dapat dimulai pada tingkat akar rumput dengan Denpasar Festival sebagai puncaknya untuk memfasilitasi potensi kreatif tersebut” ucap Jaya Negara. Kadek Agus Arya Wibawa, S.E., M.M. juga menyampaikan akan gelaran Denpasar Festival ke-16 yang telah berlangsung selama 4 hari, “luar biasa perputaran ekonomi di denfest tahun ini, setiap pelaksanaan Denfest kami akan selalu evaluasi pelaksanaan denfest ke-16 ini merupakan pelaksanaan hasil evaluasi kami terhadap evaluasi Denfest ke-15 tahun lalu, tahun depan pelaksanaan Denfest ke-17 akan sangat spesial karena itu ibarat kita anak muda itu sedang menginjak sweet seventeen, itu mungkin akan ada trek khusus kemudian ada treatment khusus, kemudian sudah kami evaluasi, tahun depan sudah kami sampaikan kepada panitia pelaksana mungkin spot foto akan diperbanyak sehingga masyarakat bisa mengekspresikan diri bersama keluarga di pelaksanaan Denfest itu bahwa Denfest itu adalah milik masyarakat” tutup Agus Arya Wibawa.

Denpasar Festival konsisten menjadi teladan bagi pelaksanaan festival kreatif di Bali, terutama sebagai wadah bagi pelaku usaha untuk mempromosikan produknya. Kori Gajah Mada menjadi panggung bagi produk heritage UMKM untuk makin dikenal oleh masyarakat.

Melalui gelaran peragaan busana dan kuliner, pelaku UMKM fashion dan kuliner heritage berkolaborasi dalam sebuah kompetisi  bertajuk “Fashion Show Busana Khusus Celemek dan Tengkuluk Modifikasi Motif Khas Bali”. Perpaduan mode dari kain tradisional berpadu dengan sajian kuliner heritage menjadikan nuansa nusantara kian terasa di Kori Gajah Mada. 

Perwakilan UMKM Kuliner Heritage yang menggunakan tengkuluk dan celemek bermotif khas Bali sembari membawa sajian kuliner unggulannya

Kompetisi peragaan busana dan kuliner diadakan dengan melibatkan stand kuliner heritage dan stand fashion yang berpartisipasi dalam gelaran Denpasar Festival ke-16. Kain dengan motif khas bali yang dimodifikasi menjadi tengkuluk, yang difungsikan sebagai penutup kepala untuk menjaga kehigienisan makanan dalam dunia kuliner juga dapat menjadi sebuah mode fashion yang mengenalkan kembali motif khas bali. 

Perwakilan peserta stand UMKM Kuliner Heritage yang mengenakan tengkuluk dan celemek sembari membawa sajian kuliner sate 

Sebanyak 14 peserta dari berbagai stand UMKM turut serta dalam kompetisi peragaan busana tersebut dengan mengkreasikan kain dengan motif khas bali yang diberikan, menjadi tengkuluk yang dikenakan di kepala, sebagai salah satu opsi penutup kepala tradisional yang difungsikan sebagai topi chef. Satu – persatu peserta berjalan dengan anggun sambil membawa sajian kuliner heritage andalan stand masing – masing, kemudian melakukan peragaan fashion show  di depan Kori Gajah Mada sambill memperlihatkan sajian yang dibawa kepada para penonton. 

Peragaan fashion show oleh seluruh peserta di Kori Gajah Mada 

  Masing – masing peserta stand kuliner heritage dan stand fashion yang turut berpartisipasi dalam gelaran denfest tahun ini diantaranya, perwakilan dari stand kuliner heritage Mang Kakul yang berkolaborasi dengan mengenakan kain A2 Ayu Kebaya, kuliner Yan Renon dengan mengenakan kain Kirana Ayu, Warung Segara Ayu dengan kain dari Raga Busana, Kedai Ledok Nusa dengan stand fashion Dewata Bali Lanang, Kedai Daluman dengan Taksu Design, Warung Tunjung Sari dengan Dewata Busana Lanang, Warung Adnyana dengan Artini Kebaya Bali, Warung Susi dengan Pramada, Paon Bhogi dengan Anyar Kebaya, Paon Bhogi dengan Rhea Cempaka, Mang Kakul dengan Tri Agung Busana, Lalapan Boss dengan Kinara Bali Busana, serta dari Warung Mawar. 

Perwakilan peserta stand UMKM Kuliner Heritage yang mengenakan tengkuluk dan celemek sembari membawa sajian kuliner

Turut hadir dalam gelaran Ketua  Indonesian Chef Association (ICA) BPD Bali, Chef I Gede Putu Hendra Mahena yang dalam sambutannya turut menekankan aspek higienitas yang penting dalam usaha produk makanan, “Jadi dari segi penilaian kami kriteria itu ya  adalah kebersihan, itu higiene sanitasi penting bagi penjamah makanan, jangan menganggap hal sepele hal tersebut, itu nanti yang membuat sajian menjadi cepat basi itu karena pengaruh sanitasi, jadi kenapa kami rewel setiap kurasi, kenapa di stand – stand harus pakai hand glove dan sarung tangan.  Kadang – kadang ketika tamu meminta makanan di last minute pasti sering kelupaan, kadang – kadang mengambil rambut ga terasa itu habits, kadang – kadang garuk – garuk itu habits tanpa disadari dilakukan oleh pelaku UMKM  penjamah makanan,  kami dari tim kurasi selalu memperhatikan higienitas, selalu pakai hand glove setiap pengambilan makanan untuk customer. Harapan saya hal tersebut harus diperhatikan kalau memang heritage itu pastikan tidak ada urban di daerah sini jadi kami menginformasikan mari kita budidayakan heritage kuliner Kota Denpasar” ucap Hendra. 

Chef I Gede Putu Hendra Mahena yang memberikan penghargaan kepada pemenang stand 

Gelaran Fashion Show Busana Khusus Celemek dan Tengkuluk Modifikasi Motif Khas Bali ditutup dengan pengumuman pemenang lomba stand yang telah digelar dimulai dari hari pertama Denfest dengan pemilihan pemenang dinilai dari segi kebersihan, kesesuaian makanan dengan tema heritage serta cita rasa makanan. Pemenang stand kuliner heritage yang telah melalui proses penilaian oleh chef diantaranya Nasi Lawar Nang Etonk, Mang Kakul, Warung Tunjung Sari, Lalapan Boss, Warung Sasti, dan Nasi Tekor. 

Sesi foto bersama Chef Hendra bersama dengan pemenang stand dalam gelaran Denfest ke-16 

Kompetisi yang digelar dalam rangka mengkolaborasikan pelaku UMKM fashion dan kuliner heritage, menjadi gelaran unik yang disambut meriah oleh masing – masing stand dan pengunjung yang hadir sembari menikmati sajian kuliner heritage di sepanjang Kawasan Gajah Mada. Serta merayakan bersama kesuksesan gelaran UMKM di Denpasar Festival ke-16. 

Telah berlangsung selama empat hari, gelaran Denpasar Festival kini telah mencapai puncaknya. Ruang bermusik turut dihadirkan dalam gelaran seni akhir tahun ini. Panggung musik hari keempat menjadi saksi musisi anyar hingga legendaris mengiringi penutupan Denpasar Festival ke-16 di Lapangan Puputan Badung. 

Puluhan masyarakat nampak mulai memadati ruang terbuka hijau di pusat Kota Denpasar tersebut. Tepat pada pukul 16.30 WITA, Alunan musik gitar, drum, serta suara pukulan kendang seolah memanggil masyarakat untuk merapat ke dekat panggung. Sekolah Musik Sangaji menjadi suguhan musik pembuka di panggung musik hari keempat Denpasar Festival ke-16. Tak hanya menampilkan satu penampilan, dalam kesempatan ini Sekolah Musik Sangaji turut menghadirkan beberapa penampilan lainnya dengan warna musik yang berbeda – beda. 

Penampilan Sekolah Musik Sangaji sebagai pembuka di panggung musik Denfest ke-16

Penampilan berlanjut dengan sajian musik dari band anyar Kota Denpasar, Militan 45 hadir dengan membawa karya orisinil terbaru mereka. Band yang berasal dari Peguyangan tersebut membawa nuansa lagu pop dengan lirik kekinian. Berlanjut penonton panggung musik diajak bernyanyi dengan musik – musik kekinian dari band musik Discotion Pill, serta lagu – lagu hits Indonesia  melalui penampilan cover lagu oleh Band Music Pherona. 

Penampilan musik Discotion Pill yang tampil mengisi panggung musik 

Pengunjung pun diajak berdansa dengan musik khas 50-an dari Nyonya Ayu. Perempuan bernama Eba dengan nama panggung Nyonya Ayu tersebut mulai mengenalkan musik genre bernuansa vintage pada tahun 2019, “genre Nyonya Ayu itu pop, tapi nuansa yang kita kasi itu vintage atau era 50 sampai 60-an” ungkap Nyonya Ayu. Mendukung penampilan musiknya, nuansa vintage pun diwujudkan dari tata rambut hingga kostum dress bermotif bunga. Menurut Nyonya Ayu genre musik 50’an saat ini belum banyak diperkenalkan oleh musisi – musisi sekarang maka dari itu baginya genre musik tersebut dapat memberikan nuansa baru dari dalam skena musik di Bali. 

Penampilan bernuansa vintage ala Nyonya Ayu 

Kemeriahan malam terakhir panggung Denfest pun tiba dikala band legendaris XXX Bali mulai memasuki panggung. Mulai dari lagu berjudul Nak Bali hingga Cupak Gerantang berhasil memecah kemeriahan di panggung musik hari keempat tersebut. Riuh penonton pun kian bertambah dikala lagu Puputan Badung mulai dinyanyikan oleh Rahtut dan Rahtwo selaku vokalis XXX Bali, lagu Puputan Badung seolah mengajak penonton untuk bernostalgia dan mengenang kembali sejarah Perang Puputan. Rahtut turut menyampaikan pemilihan lagu Puputan Badung dirasa pas sesuai dengan lokasi panggung musik yang berada di Lapangan Puputan, “Kalau lagu – lagu kita pilih yang memang sudah hits dan banyak orang tau, apalagi lagu kita identik banyak di Denpasar, Puputan Badung, Omed – Omedan dari Sesetan Denpasar” ungkap Rahtut. 

Rah tut dan Rah two sebagai vokalis dalam penampilan XXX Bali  

Penampilan ditutup dengan penampilan oleh Mr. Botax yang berkolaborasi dengan Jun Bintang membangkitkan pecinta musik pop di Lapangan Puputan. Mulai dari lagu Ogoh – Ogoh karya Mr. Botax hingga lagu Jodoh milik Jun Bintang turut mengalun mengiringi penutupan panggung musik dari gelaran Denpasar Festival. Mr. Botax turut menyampaikan harapannya akan gelaran denfest tahun berikutnya dan perkembangan ruang bermusik di Kota Denpasar, “Kalau pemerintah sudah memberikan wadah tinggal kita yang harus siap, Kota Denpasar banyak festival tinggal kita anak mudanya mau membuat apa” ungkap Mr. Botax. Jun Bintang pun turut menambahkan harapannya agar gelaran Denfest tahun depan dapat menghadirkan lebih banyak musisi Kota Denpasar. 

Jun Bintang dan Mr. Botax sebagai penampilan penutup dalam panggung musik Denfest ke-16

Gelaran Denpasar Festival ke-16 di panggung musik Lapangan Puputan menjadi sebuah pemantik bagi seluruh seniman – seniman lokal untuk mengembalikan kembali semangat berkreasi di bidang musik, serta saling berkolaborasi menciptakan lebih banyak ruang bermusik di Kota Denpasar. 

Denpasar Festival ke-16 telah sampai pada penghujung perhelatan. Pengunjung pun datang berbondong-bondong menyaksikan kesenian khas Bali di alun-alun selatan Lapangan Puputan Badung

Penampilan Tari Yosakoi

Meskipun kawasan Denpasar Festival ke-16 sempat dibasahi oleh air hujan selama sekejap, tetapi semarak pengunjung tak kunjung henti. Dimulai tepat pukul 17.30 WITA, selama sepuluh menit Sanggar Himawari Yosakoi Dwisma yang merupakan bentuk partisipasi dari Konsulat Jenderal Jepang menampilkan tarian bernama Yosakoi pada Senin (25/12). Tarian tersebut menceritakan tentang laut dan segala aktivitasnya. 

Penampilan musik bambu oleh Sanggar Capung Gandok

Memasuki penampilan yang kedua, Sanggar Capung Gandok membawakan lantunan musik tradisi yang amat syahdu. Musik tersebut merupakan gabungan dari Jegog yang berasal dari Kabupaten Jembrana  dengan nada diatonis dengan alat musik bagian ujung timur Bali yaitu mandolin. Musik yang terbuat dari bambu tersebut mampu mengalun dengan sangat indah ditambah lagi dengan lagu yang dibawakan bertemakan “Kesiran” dan “Muntig“. “Lagu kesir merupakan musik kontemplasi atau renungan yang terinspirasi dari kesiran angin dan lagu kedua kita menggambarkan tindak yang dalam bahasa indonesia  berarti langkah,” tutur  I Wayan Budi Hartawan selaku pencipta garapan tersebut. Dengan waktu persiapan hanya satu dibulan dimulai dari menyusun konsep dan mempelajari alat musik, Capung Gandok mampu menghadirkan suguhan yang tidak biasa di deapan warga kota. “Senang bisa diberi kepercayaan untuk tampil di Denfest, hasil karya kita berani  ditunjukkan di Denfest yang merupakan acara yang sangat meriah dan sangat besar,” papar Budi.

Musik kontemporer dari Kubu Kayumas Art

Hari pun sudah mulai gelap, nuansa magis kini tampak di pemanggungan, Kubu Kayumas Art menampilkan garapan musik kontemporernya dengan judul “Tabuh Petegak Laras Mas”.  Garapan tersebut terinspirasi dari kisah pengorbanan Sutasoma untuk menjadi mangsa singa betina yang digurat dalam Kekawin Sutasoma.

Tari Watak Sewu persembahan Wacika

Tak berhenti disana, panggung budaya beralih ke penampilan spesial bertajuk “Tari Watak Sewu” dari Wacika. Dengan iringan selonding, tarian tersebut mengisahkan mengenai banyak sifat yang ada dalam diri, disebut Kandapat atau empat saudara dalam keparcayaan Hindu dan diinovasikan kembali dengan imajinasi sang kreator.

Bernostalgia bersama Sanggar Manik Metu

Selanjutnya, Manik Metu mengajak pengunjung untuk bernostalgia akan aktivitas masyarakat Bali tahun 1930’an yang sangat jarang ditemukan di zaman sekarang. Visual yang ditampilkanpun menggambarkan keseharian di tahun tersebut dari segi pakaian hingga tampak beberapa perempuan yang menjunjung keranjang.

Lebih lanjut, sebuah komunitas seni Kota Denpasar turut memeriahkan panggung budaya hari terakhir dengan menampilkan garapan berjudul “The Mystical of Lotus”. Merujuk pada tema Denpasar Festival yaitu Jayastambha, Pilar Kejayaan, Naluri Manca merespon dengan  menghadirkan simbol-simbol seperti bunga lotus yang bermakna kesejahteraan dan harmonisasi, serta kupu-kupu yang merupakan the queen of butterfly dan ditutup dengan simbol dunia laut atau the world of atlantis sebagai bentuk keindahan  ketika pilar bisa dijaga dengan baik. 

Suguhan manis dari Naluri Manca sebagai penutup panggung budaya Denpasar Festival ke-16

Di tengah persiapan, Ida Bagus Eka Haristha selaku salah satu pencetus Naluri Manca turut mengungkapkan perasaannya ketika dipercaya kembali untuk tampil di Denpasar Festival, “luar biasa sekali pusat kota di Bali, kota Denpasar mampu berkesinambungan menyediakan sebuah ruang yang dimana ruang ini semua membutuhkannya ada kreativitas, UMKM, sarana publikasi, dan mediaa. Naluri Manca pun selalu siap terlibat, memberikan kesempatan bagi generasi baru dan ada ruang untuk mereka mengeksplorisasi diri mereka ini yang membuat kreativitas itu tidak pernah putus,” ungkapnya 

Mengekspresikan diri dapat disalurkan dalam berbagai bentuk, salah satunya melalui penampilan karakter. Cosplay menjadi bentuk penyaluran kreativitas dalam sebuah kostum. Tepat di hari kedua Denpasar Festival ke-16, panggung Inna Hotel nampak ramai. Mulai dari anak – anak hingga remaja tampak lalu – lalang dengan mengenakan kostum karakter. Coswalk Competition menjadi sebuah mata acara yang dinanti oleh pecinta kartun hingga film jejepangan. 

Penampilan cosplay dalam Coswalk Competition

Pengunjung yang memiliki kecintaan yang sama pun tampak mulai mengisi tempat duduk di areal panggung, berusaha mencari posisi terbaik untuk menikmati penampilan kostum tersebut. Acara dimulai dikala suara pemandu acara mulai terdengar dana satu – persatu cosplayer mulai hadir keatas panggung secara bergantian. Kostum yang dipilih mayoritas berasal dari manga, anime, film, buku komik, video game, atau karya fiksi populer. Penampilan peserta pun tampak dipadukan dengan tarian – tarian. 

Penampilan salah satu cosplayer yang mengenakan kostum anya dalam anime Spy X Family 

Coswalk menjadi bentuk penyaluran kreatvitas diri melalui sebuah kostum. Keterampilan dalam membuat kostum dari berbagai karakter yang diadopsi merupakan bagian dari penampilan cosplay, tak hanya itu bagaimana cosplayer ini menunjukkan kebolehannya dengan tampil sesuai karakter kostum yang dikenakan menjadi poin tambah dalam penilaian Coswalk Competition.

Penampilan cosplay dalam Coswalk Competition

Anzi sebagai salah satu peserta yang mengenakan kostum Ares dalam Film Wonder Woman, turut menyampaikan karakter dari kostum yang dikenakan, “untuk karakternya sendiri, Ares itu adalah dewa perang dan mendapat julukan God of War dalam Film Wonder Women, jadi disana tu dia orangnya berwibawa, tegas dan kuat” ungkapnya. Anzi turut menyampaikan persiapan untuk kostum yang dikenakan membutuhkan waktu satu bulan, dan berbuah manis dengan dipilihnya Anzi sebagai juara 1 dalam Coswalk Competition yang diadakan di Panggung Inna Hotel di hari kedua. Hal tersebut turut disampaikan oleh Anzi bahwa kesukaannya akan cosplay menjadi latar belakangnya mengikuti kompetisi tersebut. 

Penampilan Anzi yang mengenakan kostum Ares dalam Film Wonder Woman 

Tak kalah menarik, peserta lainnya turut menampilkan kostum dan aksi panggung terbaik. 4  juara lainnya diantaranya, Gus Prad selaku juara dua yang mengenakan kostum Tigreal, Brolando selaku juara 3 yang mengenakan kostum Foxy, serta juara menarik lainnya, yaitu Best Costume oleh Arza yang mengenakan kostum The Keepers, serta Airi Yozora yang mengenakan kostum Maleficent. 

Penampilan juara Coswalk Competition di Panggung Inna Hotel

Ken Kazuto atau yang kerap disapa ken sebagai nama panggung selaku juri dalam Coswalk Competition menyampaikan tanggapannya mengenai kegiatan tersebut,  “Perbedaan tahun lalu dan tahun ini yaitu banyaknya wajah – wajah baru, dan juga pastinya mereka menunjukkan semangatnya, dan juga pastinya mereka menunjukkan bahwa mereka bisa” ucap Ken. Coswalk bagi Ken cukup mengalami perkembangan yang pesat dengan hadirnya wajah baru yang saat ini mulai berani tampil dan banyaknya cosplayer yang mulai berkompetisi di tingkat regional. Ken turut menyampaikan harapannya agar peserta yang mengikuti Coswalk Competition Denpasar Festival ke-16 ini berani untuk keluar zona nyaman dan lebih berani untuk mengekspresikan diri  ketika diatas panggung. 

Kolaborasi dapat terbentuk oleh berbagai hal, salah satunya dalam bermusik. Panggung musik Denpasar Festival ke-16 menjadi ruang bagi seluruh pecinta musik hadir untuk mendengarkan dan menikmati sajian musik karya seniman – seniman lokal. Persembahan musik tak hanya sekedar penampilan biasa namun menjadi sebuah momentum bagi seluruh seniman lokal untuk membentuk kembali skena musik yang dapat dinikmati seluruh khalayak dengan memberikan penampilan terbaik diatas panggung. 

Penampilan musik oleh Balawan with Denpasar Rock Session 

 Mulai dari anak – anak hingga orang dewasa pun turut hadir memeriahkan panggung musik di hari kedua tersebut. Sekolah Musik Balawan menjadi suguhan pembuka dengan menampilkan anak – anak dengan kemahirannya memainkan alat musik. Pemilihan musik oleh anak – anak Sekolah Musik Balawan pun beragam dengan nuansa rock. Balawan selaku pendiri Yayasan Balawan untuk Musik Indonesia turut menyampaikan konsep penampilan dari Sekolah Musik Balawan tersebut, “Konsepnya memberikan anak – anak kesempatan tentunya, memainkan lagu yang ada eighties dan nineties jadi menambah referensi musik, anak – anak tentunya biar tidak hanya mengetahui Kpop, musik itu sangat luas dan beragam” ucap Balawan. 

Penampilan Sekolah Musik Balawan sebagai penampilan pertama

Kemeriahan berlanjut dikala Bandsos tampil dengan menyajikan lagu pop hingga rock.  Tak kalah menarik, penampilan Bandsos ditutup dengan suara rock oleh Ayu Laxmi Saraswati yang kerap ditemui sebagai Kepala Dinas Sosial Kota Denpasar. Penampilan energik khas musik rock menjadi pemantik semangat penonton panggung musik di Lapangan Puputan. “Kita bareng – bareng gabungan dari sekretariat Kantor Walikota, kita memutuskan tampil untuk memeriahkan Denpaar Festival, kebetulan di awal pertama denfest ini saya mengkoreografi semua tahun 2008, sampai akhirnya kita memutuskan tampil disini, kita sengaja membawa lagu – lagu rock kemudian juga ada Dayu yang menyanyikan lagu Karma untuk sebagai pembanding lagu Indonesia dan barat, dan ternyata lewat klasik rock bisa membangkitkan semangat ya, dan juga harapan kita kepada denfest tahun depan nanti kedepannya lebih baik dan memberikan kesempatan kepada band nostalgic bisa tampil di Denfest berikutnya” ungkap Ayu Laxmi. 

Ayu Laxmi Saraswati menjadi salah satu vokalis Bandsos dalam penampilan musik hari ketiga 

Menjelang malam, berbagai penampilan dari seniman hebat tampil menggelorakan panggung musik dengan beragam genre hasil karya kolaborasi seniman – seniman dalam satu aliran musik yang sama. Denpasar Country dengan elemen musik Blues dan Folk menjadi penyejuk di panggung musik malam itu. Instrumen bernuansa nostalgis dengan ritme yang teratur menghanyutkan penonton yang duduk bersantai di Lapangan Puputan. 

Denpasar Country dengan alunan musik khas yang menyejukkan pendengar di panggung musik hari ketiga 

Berlanjut, alunan musik yang santai dan paduan gitar dengan instrumen bergaya “offbeat” mengajak penonton untuk berdansa dengan nuansa musik khas reggae oleh Bali Reggae Movement. Kolaborasi dari berbagai band – band reggae di Bali menjadikan sajian musik kian berwarna dengan warna suara beragam namun tetap padu menciptakan alunan santai khas. 

Penampilan Bali Reggae Movement dengan membawa musik – musik khas reggae-nya 

Panggung kian pecah dikala suara gitar dari Balawan mengudara. Denpasar Rock Session menjadi sajian musik yang memanggil seluruh pecinta musik rock untuk bernyanyi. Bersama menciptakan kolaborasi sesama band rock, Denpasar Rock Session turut hadir untuk menyebarkan kembali skena musik rock 90’an di kalangan generasi muda, Dananjaya salah satu vokalis dalam penampilan Denpasar Rock Session menyampaikan harapannya akan penampilan malam itu, “kalau saya ingin membuat klasik rock itu disukai lagi di anak – anak, sekarang banyak anak – anak milenial itu belum lahir pada zaman itu makanya kita main gini supaya mereka tau, kita punya lagu – lagu klasik rock yang melegenda di tahun 70’an” ungkap Danan. 

Balawan sebagai gitaris yang tampil bersama Denpasar Rock Session

Panggung musik hari ketiga ditutup dengan penampilan musik nan menggelora dari grup musik Scared of Bums yang berkolaborasi dengan vokalis band musik lainnya seperti Robi Navicula dan Febri dari Painful by Kisses. Musik dengan tempo cepat turut membangkitkan semangat penonton untuk merapat kedepan panggung. Nova dari Scared of Bums turut menyampaikan konsep kolaborasi yang dibawakan pada malam hari itu, “Kalo biasanya kita cover bawain lagu band kita, sekarang kita bawain lagu temen – temen, jadi kita saling membawakan lagu, dari scared of Bums bawain lagu Navicula dan Painful by Kisses, serta sebaliknya, jadi menurut kami unik, dan terlihat kolaborasi, support nya terasa lah” ucap Nova. 

Penampilan grup musik Scared of Bums yang berkolaborasi dengan Robi Navicula dan Febri Painful by Kisses 

Sajian musik terakhir di panggung musik Lapangan Puputan turut memberikan nuansa budaya di dalamnya, mulai dari lantunan kidung hingga penari dan juga penampilan video layangan janggan yang menjadi latar belakang penampilan. Penampilan Scared of Bums menjadi penampilan penutup dari panggung musik di Lapangan Puputan di hari ketiga.

Paduan nuansa budaya dalam penampilan terakhir panggung musik hari ketiga 

Gelaran kreatif akhir tahun Denpasar Festival juga aktif berkolaborasi dengan banyak pihak untuk dapat menampilkan garapan terbaik di hadapan warga kota sekaligus menjadi ruang berproses bagi pelaku seni. 

Memasuki hari ketiga pelaksanaan Denfest ke-16, panggung budaya tak henti-hentinya memberiikan sajian menarik bagi warga kota yang ingin mencari pelipur lara. Tepat pukul 17.30 WITA panggung budaya dibuka dengan penampilan partisipasi dari Konsulat Jenderal (Konjen) India dengan menarikan “Dheem Ta Dare”. Delapan orang penari tersebut pun berhasil memukau penonton dengan tariannya. Setelah itu, penampilan bergeser untuk menengok sejarah Ponorogo melalui “Tari Natryam” yang disajikan oleh Sanggar Duta Nusantara. 

Penampilan tarian partisipasi Konjen India

 

Menyaksikan sejarah Ponorogo di sore hari

Tari tersebut merupakan representasi ketika kejayaan Kerajaan Majapahit sedang dalam bahaya, untuk itu rakyat melakukan protes agar kerajaan kembali jaya lewat tarian yang mengharapkan masa depan cerah kepada raja dan ratu. “Kalau pementasan ini lebih ke sejarah Ponorogo, Kerajaan Majapahit yang waktu itu mau runtuh dan pada saat itu mereka melakukan protes bahwa raja sudah banyak dikendalikan sang istri. Oleh karena itu reog itu kepala singa dilambangkan sebagai raja Majapahit, dan merak dilambangkan sebagai istri dari raja Majapahit,” tutur Danang selaku salah satu penggagas karya tersebut. Dalam tarian tersebut pun tersisip pesan bahwasanya bagaimana sebagai pemimpin agar senantiasa tak mudah terpengaruh oleh orang lain. 

Kolaborasi penyanyi pop Bali bersama Teater Wong Kutus dalam drama musikal

Tak kalah seru, ketika malam tiba Teater Wong Kutus yang berkolaborasi dengan penyanyi pop Bali ikut serta menampilkan drama musikal berjudul “Balakosa” di pemanggungan budaya hari kedua. Adapun penyanyi yang ikut terlibat ialah De Ama, Ayu Saraswati, Trisna, dan yang lainnya. Penampilan tersebut berceritakan mengenai tiga orang dengan latar belakang dan permasalahan berbeda, hingga akhirnya mereka dipertemukan dengan ciri khas masing-masing mereka mencipta sebuah pilar kejayaan. 

Penampilan teater remaja SMA Negeri 8 Denpasar bersama penyanyi pop Bali tersebut mendapat riuh tepuk tangan penonton sekaligus mengobati rindu warga kota akan nyanyian pop Bali. Resta selaku salah satu anggota Teater Wong Kutus mengungkapkan rasa leganya seusai tampil di atas panggung, “Sekarang sangat lega dan pastinya senang karena sudah tampil dengan lancar, kemudian apresiasi karena Denfest keren banget bisa menginovasikan seniman-seniman baru,” tuturnya. 

Penampilan spesial dari Oemah Drum Creative bersama WYP Art Foundation sebagai penutup hari ketiga Denfest ke-16

Pukul 22.00 WITA, pemanganggungan budaya kembali digemparkan dengan permainan musik dari bambu, para seniman yang tergabung dalam kolaborasi Oemah Drum Creative bersama WYP Art Foundation menghasilkan musikalisasi yang harmonis di malam hari. Tak sampai disana, suara drum dan alat musik tradisional Bali lainnya mulai mengalun seolah memberikan kobaran semangat kepada penyaksinya. Selain itu, penampilan musik juga disertai dengan tarian api. Melihat hal tersebut, penonton pun ikut bersorak dan tidak lupa mengabadikan momen pada acara penutup hari ketiga Denfest di panggung budaya. 

Selain sebagai ruang untuk mengekspresikan kebolehan dalam seni musik dan tari, Denpasar Festival ke-16 juga hadir sebagai wadah untuk memamerkan desain busana etnik Bali teranyar pada Fashion Show bertajuk “Swarnakara”. 

Perhelatan fesyen di Denpasar Festival selalu dinanti-nanti tiap tahunnya karena tanpa henti memberikan panggung kreativitas sekaligus apresiasi bagi para desainer. Kegiatan tersebut dilaksanakan dua hari berturut-turut yaitu pada Sabtu (23/12) dan Minggu (24/12) di Pelataran Lobby Inna Bali Heritage Hotel. Total terdapat 20 desainer asal Bali yang berkesempatan untuk mengenalkan desain unggulannya di panggung Denfest ke-16 ini. 

Pembukaan peragaan busana Denpasar Festival bertajuk “Swarnkara”

Perhelatan tersebut mengambil tema “Swarnakara” yang memiliki makna sebagai harta karun di masa keemasan atau kejayaan, harta karun tersebut tertuang dalam bentuk wastra yang kemudian dieksplorasi oleh desainer Kota Denpasar sehingga menjadi produk yang membuat sang pemakai dapat mengeluarkan aura keemasan.

Panggung peragaan busana tersebut diinisiasi oleh Dinas Perindustrian Dan Perdagangan (Disperindag) Kota Denpasar serta didukung oleh Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Kota Denpasar. Tak hanya memamerkan karya terbaiknya di pemanggungan, beberapa desainer tersebut turut menyemarakkan stand UMKM fesyen yang tersebar di Jalan Veteran dan Jalan Gajah Mada. “Kegiatan ini sebenarnya ajang untuk unjuk kreasi dari para desainer dan UMKM kota denpasar, Disperindag mencoba merangkul UMKM yang ada di Denfest,” papar Dewi Estede selaku Koordinator Mata Acara Fashion Show Denpasar Festival ke-16.

Peragaan busana di hari pertama pada Sabtu (23/12)

Pada hari pertama, terdapat 9 UMKM yang menunjukkan karyanya, diantaranya adalah Anacaraka, A2 Ayu Kebaya, Baliwa Songkat, Pramada, Anyar, Bali Puspa, Bali Nusa, Rhea Cempaka, dan Taksu Design dihadapan Penjabat Ketua Dekranasda Provinsi Bali yaitu drg. Ida Mahendra dan Ketua Dekranasda Kota Denpasar yatu Sagung Antari Jaya Negara. Namun, sebelum model berjalan di atas pemanggungan, acara dibuka dengan penampilan yang memukau dari Gumi Art. Kemudian, mulailah satu per satu model berlenggak-lenggok mengenakan karya desainer Bali yang amat beragam seperti songket, kebaya, hingga endek dengan berbagai motif.  “Jadi disana ada desainer dan pengrajin, kita kolaborasikan menjadi satu dan ditampilkan, itu adalah produk ready to wear seperti endek, songket, kebaya, ada juga modifikasi lainnya seperti kebaya lukis kemudian, gambar wayang dengan teknik printing,” tutur Dewi. 

Peragaan busana di hari kedua Fashion Show

Disisi lain, hari kedua tak kalah menarik karena turut menghadirkan karya terbaik dari 11 UMKM unggulan Kota Denpasar, diantaranya ialah Dewata Busana, Artini Kebaya, Gexoya Kebaya, Kesara Bali, Ayu Khirana, Prana Bali, Regina Fashion, Kinara Busana, Primadona Mode, Tri Agung Busana, dan Raga Busana. Dra. Pande Fitri Iryawati yang merupakan salah satu desainer dengan brand Prana Bali turut mengungkapkan perasaannya ketika dipercaya untuk menampilkan busana miliknya, “Sangat membantu ya, mungkin dengan adanya event ini disini kita mendapat buyer baru, customer baru, banyak relasi baru terus dapat pengalaman baru dari orang-orang sekitar kita juga dan bisa ketemu lalu sharing,” paparnya. 

Prana Bali menampilkan lima buah busana endek dengan mengusung konsep  ready to wear yang memiliki keunikan tersendiri yaitu memadupadankan endek dengan jeans.  “Endek itu kesannya tidak harus formil terus supaya anak muda pun bisa pakai endek. Jadi kita tidak takut menggunakan motif-motif seperti tenun bali, tadinya kesannya formil dan kekantoran jadi kita buat sesuatu yang anak muda pun mau pakai,” ungkap Pande Fitri. 

Disisi lain, Andy Soe selaku koreografer dari sang model, turut menuturkan pendapatnya pada acara fesyen tersebut, “Kegiatan ini sangat bagus untuk generasi lebih muda untuk mengenal wastra Bali, kemudian UMKM lebih maju dengan event seperti ini, semoga bisa terus berkelanjutan agar UMKM dan model potensial ada wadah khusus untuk tampil atas nama Bali, tutup Andy. 

Memasuki hari kedua Denpasar Festival pada Sabtu (23/12), panggung musik diramaikan dengan penampilan jejeran musisi-musisi muda asal Bali. Alunan musik pun mampu merasuk di keramaian di Lapangan Puputan Badung. 

Sore itu tatkala matahari mulai beranjak ke ufuk barat, musisi-musisi muda Bali yang tergabung dalam De Beat Music Course membuka perhelatan di panggung musik dengan menyanyikan beberapa buah lagu secara bergilir selama satu jam. Suasana di Lapangan Puputan Badung pun semakin dipenuhi pengunjung yang ingin menikmati akhir pekan dengan hiburan di panggung musik. Selain itu, sebuah band asal Kota Denpasar yang menjajaki belantika musik Bali bernama Dunky turut serta menyemarakkan hari kedua Denpasar Festival. Pada penampilannya, Dunky menyanyikan beberapa buah lagu hasil garapannya di tengah-tengah ria penonton. 

Penampilan band asal Kota Denpasar – Dunky

Penampilan De Beat Course warnai sore Denfest ke-16

Tak kalah menarik, ketika hari mulai semakin gelap, seorang penyanyi muda asal Bali yang karyanya telah dikenal di kancah nasional yaitu Meiska juga menyemarakkan pemanggungan Denfest dengan menyanyikan beberapa buah lagu, baik itu lagu slow maupun upbeat. Diantara lagu yang ditampilkan tersebut, dua lagu merupakan single dari Meiska yang berjudul “Kembalilah” dan “Hilang Tanpa Bilang”. Pengunjung pun tak mau kehilangan momen sehingga merapatkan diri ke arah panggung musik. Meiska yang saat ini sedang menyiapkan single dan album terbarunya juga mengungkapkan kegembiraannya ketika diundang untuk tampil di perhelatan akhir tahun Kota Denpasar, “Rasanya senang banget, karena ini pertama kali tampil di Denfest, akhirnya kesampaian juga, dari lama memang ingin tampil disini,” tutur Meiska. Selain itu, Meiska juga mengungkapkan bahwa dirinya merasa senang ketika pengunjung ikut bernyanyi bersama Meiska dan hafal lagu milik Meiska, khususnya lagu “Hilang Tanpa Bilang” yang mengisahkan percintaan zaman sekarang. 

Menyenandungkan lagu galau di alun-alun Lapangan Puputan Badung bersama Meiska

Penampilan band kolaborasi Jawara Denpasar Youth Festival

Lebih lanjut, sembilan orang musisi-musisi muda yang tergabung dalam Citigenz juga menggebrak pemanggungan musik malam itu. Mereka ialah band kolaborasi dari jawara Denpasar Youth Festival yang merupakan sebuah ruang seni untuk anak muda Kota Denpasar. Citigenz menyanyikan lagu secara kuartet, dan ketika menyanyikan lagu berjudul Ogoh-Ogoh Citigenz mampu mentransfer semangat kepada penonton sehingga pemanggungan pun semakin semarak. “Kita sangat senang apalagi kita mendapatkan pengalaman baru dan ketemu teman-teman baru disini karena kita adalah band kolaborasi jawara D’Youth,” ungkap Ida Ayu Mas Genitri Kaleran yang merupakan salah satu penyanyi Citigenz. 

Sorak – sorai kolaborasi The Voice Bali berhasil membakar semangat penonton

Semakin malam semakin meriah, begitulah ungkapan yang pantas ditautkan pada pemanggungan musik hari kedua tersebut. Pasalnya The Voice Bali  diantaranya Suci, Gus Agung Gotama, dan Ava dengan suara emasnya menyanyikan lagu-lagu hits Indonesia maupun global. Salah satunya, ialah lagu berjudul “Kangen” milik Dewa19 yang menggelora dengan lantang di alun-alun utara lapangan sebagai penutup penampilan mereka.

Ditutup dengan penampilan merdu nan menyayat hati dari Anggis Devaki

Sampai pula pada penghujung acara, area pemanggungan masih tampak seperti lautan manusia. Saat itu pula, Anggis Devaki seorang penyanyi wanita asal Bali yang telah menginjakan kaki ke panggung nasional melalui salah satu ajang pencarian bakat tampil di keramaian malam. Dirinya menyanyikan total delapan buah lagu dan beberapa diantaranya merupakan single miliknya seperti “Semesta”, “Bodoh”, dan “Cinta Terbalas Nanti”. “Anggis merasa pasti senang dan bersyukur banget sih, karena balik lagi ke rumah yaitu Bali dan bisa berkesempatan untuk nyanyi di depan semeton Bali semuanya, happy banget,” ungkap Anggis usai penampilannya di Denpasar Festival. Penampilan anggis pun ditutup dengan kolaborasi bersama The Voice Bali. “Kolaborasi terjadi secara natural dan senang rasanya bisa berkolaborasi dengan musisi bali lainnya, terlebih kami saling kenal, jadi bisa reuni lagi,” tutup Anggis.

Denpasar Festival ke -16 menjadi sebuah ruang untuk beragam kesenian yang hingga kini hidup di Kota Denpasar. Ragam kesenian mulai dari klasik hingga modern turut dihadirkan untuk mengenalkan kembali kepada khalayak luas akan merawat pesona sebuah warisan budaya. Begitupula dengan panggung budaya hari kedua Denpasar Festival ke-16 yang terselenggara di Lapangan Puputan, yang menampilkan seniman – seniman klasik Kota Denpasar. Mulai Dari seni musik hingga seni pertunjukan menjadi obat dikala rindu akan seni – seni tradisional. 

   

Penampilan bondres di panggung budaya denfest hari kedua 

Menjelang petang, seluruh penonton nampak meramaikan lapangan untuk menyaksikan pertunjukan seni yang dinanti – nanti. Tepat pukul 18.00 WITA, sekelompok bapak – bapak membawa alat musik yang diketahui adalah musik keroncong mulai memasuki panggung. Riuh tepuk tangan penonton mulai terdengar dikala petikan musik pertama terdengar. Musik keroncong yang memiliki sentuhan yang khas dan kental akan nuansa etnik dengan melodi yang lembut dan terkesan romantis menjadi pertunjukan pertama di Panggung Budaya Denfest hari kedua. 

Penampilan musik keroncong oleh kelompok Keroncong Gita Lestari dengan memadukan berbagai instrumen khas keroncong 

Penampilan dari Keroncong Gita Lestari seolah mengajak penonton untuk kembali mengenang memori masa lampau dan bernostalgia bersama dengan diiringi khas musik keroncong seperti cello, ukulele, biola, gitar hingga klarinet. Kelompok yang dikelola langsung oleh Puri Kesiman ini turut menghadirkan penyanyi dari tua hingga muda dari awal penampilannya. “Kalau Puri Kesiman memfasilitasi musik keroncong, setiap rabu puri pasekan memberi wadah untuk pelatihan keroncong disana, konsepnya ada lagu daerahnya lagu jama sekarang, ada lagu keroncongnya, supaya generasi muda tahu musik keroncong” Ungkap salah satu personel musik Keroncong. Konsep penampilan musik keroncong oleh Keroncong Gita Lestari di Denpasar Festival membawa sebuah tujuan untuk mengenalkan kembali musik keroncong kepada generasi muda, dan menanamkan prinsip bahwa seni tak lekang akan usia. 

vokalis yang berpakaian adat memberikan nuansa lokal dalam penampilan musik Keroncong Gita Lestari

Panggung seni terus berlanjut, berbagai kelompok seni pertunjukan klasik di Kota Denpasar turut menghiasi panggung budaya. Pertunjukan yang menghibur, kostum berwarna – warni dengan sentuhan kain bali dan hiasan ala penari, topeng yang unik yang mewakili karakter tertentu, dan musik tradisional yang mengiringi setiap adegan pertunjukan turut menjadi pelengkap suasana bondres yang menggambarkan unsur budaya serta identitas lokal, dan tentu menyempurnakan kesan hiburan khas bondres. 

Penampilan bondres yang menghibur penonton di panggung budaya hari kedua 

Suara tawa kian nyaring dari sisi penonton dikala gurauan dari tokoh bondres melontarkan lelucon. Mulai dari tua hingga muda pun turut tertawa menyaksikan penampilan penuh gurauan malam itu. 

Pengunjung yang nampak terhibur akan lelucon dalam penampilan bondres 

 I Wayan Adi Juana selaku Dadong Rerot menceritakan konsep yang diusung pada penampilan bondresnya, “menceritakan tentang jayastambha pilar kejayaan bagaimana denpasar itu menjaga warisan budaya khususnya seni, kita bisa mewariskan dan mengembangkan sehingga nantinya SDM dan pelaku seni itu sendiri nantinya akan mempunyai daya saing, maka dari itu seniman muda yang senior hingga junior digabung disini untuk meregenerasi sehingga setelah ini Denpasar bisa semakin maju dan konsep pura yang perlu dipertahankan, puri sebagai pengayom, dan pasar sebagai pusat perputaran ekonomi dapat terus dipertahankan” ungkap Adi Juana dalam penampilan bebondresan malam itu. 

Penampilan bondres di panggung budaya hari kedua 

Adi Juana turut menyampaikan agar seniman – seniman muda dapat mempertahankan pakem seni yang telah ada dan mengembangkannya sesuai dengan identitas diri dan seni itu sendiri. Pertunjukan bondres mejadi penutup panggung budaya hari kedua di Lapangan Puputan Badung serta menjadi penanda bahwa keajegan seni klasik di tatanan masyarakat menjadi sebuah tanggung jawab bersama.