Denpasar Festival ke-17 telah mencapai puncak acara. Gelaran yang berlangsung selama empat hari ini sukses menuai perhatian masyarakat Kota Denpasar dengan berbagai penampilan musik, budaya, hingga beragam perlombaan dan workshop.

Panggung musik Denpasar Festival hari terakhir tak kalah meriah dari hari sebelumnya, puluhan musisi mengisi puncak acara panggung musik pada Rabu (25/12) diantaranya adalah Sang Rembulan, Sekolah Musik Farabi, Blacklist, Tjok Bagus & Kawannya feat Triola, Zat Kimia, Gus Teja World Music, Pop Bali Pramusti, dan Bali Reggae Movement.

Penampilan pembuka oleh Sang Rembulan

Sekolah Musik Farabi

Pukul 17.00 WITA, ratusan masyarakat tampak memadati areal panggung musik Denpasar Festival yang terletak di sisi utara Lapangan Puputan Badung (I Gusti Ngurah Made Agung). Alunan lagu pembuka dari band Sang Rembulan kian menarik kepadatan pengunjung Denpasar Festival. Selanjutnya musisi-musisi muda berbakat yang tergabung dalam Sekolah Musik Farabi menampilkan kebolehannya dalam memainkan berbagai alat musik hingga menyanyikan beberapa lagu di depan penonton.

Blacklist

Tjok Bagus & Kawannya feat Triola

Tak sebatas disana, band unik bernama Blacklist turut meramaikan panggung musik dengan mengantarkan beberapa buah lagu. Setelah itu, panggung musik dihiasi oleh suara Tjok Bagus dan Kawannya dengan genre musik folk. Penonton pun turut menyanyikan lagu malam itu, seperti lagu berjudul “Pegang Tanganku” dan yang lainnya. Triola, musisi muda asal ISI turut meramaikan penampilan Tjok Bagus, kolaborasi ciamik ini mampu menarik perhatian pengunjung. “ Saya sangat bangga, bahagia dan salut ternyata antusias dan apresiasi penonton besar sekali jadi terharu senang,” tutur Tjok Bagus. 

Alunan musik tradisional yang merdu oleh Gus Teja World Music

Seorang maestro suling yang telah mendunia, Gus Teja juga turut hadir di panggung musik Denpasar Festival bersama dengan kelompok musiknya yang biasa disebut Gus Teja World Musik. Terdapat empat lagu yang dibawakan oleh Gus Teja malam itu, diantaranya adalah “Wastra, Siluet Senja, Bala Bingar, dan Ulah Egar”.   Alunan musik tradisional Bali ini membangkitkan keriangan masyarakat di penghujung perhelatan akhir tahun Denpasar Festival. “Sebuah kehormatan bagi saya dan teman-teman bisa tampil disini, membawa suling sakti saya, dan luar biasa sambutan penonton, begitu antusias  dan  ramai sekali disini,” ujar Gus Teja ketika dijumpai setelah acara. 

Pop Bali Pramusti

Kini giliran pecinta “gending Bali” yang dibuat senang karena penampilan dari Persatuan Artis, Musisi, Pencipta Lagu dan Insan Seni (Pramusti) Bali, diantaranya adalah Tunik Rodja&Anggi, Trisna STE, Tri Puspa, Putri Bulan, Turah Manik, Ketut Asmara, Tri G, dan Yonk Sagita dengan iringan Rajapala Band.

Bali Reggae Movement

Di akhir acara,  musik reggae mengalun keras di Lapangan Puputan Badung. Bali Reggae Movement mengajak penonton menikmati sajian musik reggae dengan bergoyang bersama. Asyiknya musik reggae menjadi penutup gelaran Denpasar Festival 2024.

Melalui panggung musik Denpasar Festival 2024 mampu memberi keriangan bagi masyarakat yang sedang jenuh dengan rutinitas harian, ratusan musisi unggulan telah meramaikan panggung musik selama 4 hari dan mendapatkan respon yang baik dari masyarakat Kota.

Denpasar Festival ke-17 sudah memasuki hari ketiga, puluhan seniman lokal unggulan berkesempatan menyemarakkan panggung musik di Sisi Utara Lapangan Puputan Badung (I Gusti Ngurah Made Agung) pada Selasa (24/12). Adapun musisi yang tampil di panggung musik yaitu adalah Putu Kirana Defaira Jayshi, Sekolah Musik Bali Music Training Center (BMTC), Sound of Khaly, Filantropi, Janawati Academy, The Hydrant, Harlet Angels Bali Rock 90s, dan Leeyonk Sinatra. 

Penampilan Putu Kirana Defaira Jayshi

Kemeriahan panggung musik dibuka oleh penyanyi muda bernama Putu Kirana Defaira Jayshi. Dirinya membawakan tiga buah lagu yang ditemani dengan penari latar. Merdunya suara Kirana dikolaborasikan dengan indahnya gerakan penari latar mampu menjadi pembukaan panggung musik yang menarik perhatian masyarakat yang hadir sore itu.  “Ini merupakan kali pertama kali Kirana tampil di Panggung Musik Denpasar Festival, perasaannya tentu sangat senang dan bangga,” tutur Kirana sore itu.

Sekolah Musik BMTC

Sound of Khaly

Panggung musik kembali disemarakkan oleh musisi muda personil Sekolah Musik BMTC dengan memainkan beragam alat musik dan menyanyikan lagu-lagu pop. Selanjutnya band rock asal Bali, Sound of Khaly turut meramaikan Denpasar Festival dengan melantunkan tiga lagu rock. Spirit musik rock yang dibawakan sukses membangkitkan spirit penonton panggung musik. Tak sebatas disana, Filantropi turut membawakan lima lagu pop Indonesia yang  mengajak penonton turut menyanyi bersama band satu ini.

Broadway musical oleh Janawati Academy

Tepat pukul 19.00 WITA, Janawati Academy menampilkan sesuatu yang berbeda di panggung musik yaitu Broadway musical bertajuk  “Wicked, Annie & Funny Girl”. Kemudian dilanjutkan dengan guncangan musik rock oleh The Hydrant. Band yang telah dibentuk tahun 2004 ini membawakan lagu yang identik dengan hingar bingar anak muda. “Untuk acara Denfest yang ke-17, mungkin sangat identik dengan sweet seventeen, party, hingar bingar anak muda, sehingga kita hadirkan lagu yang hot,” tutur Marshello, vokalis Band The Hydrant.

The Hydrant

Di tengah-tengah penampilannya, terdapat kolaborasi megah yang mampu mengejutkan penonton malam itu. Tidak lain adalah kehadiran Jerinx dengan menampilkan satu buah lagu spesial. “Kehadiran bli Jerinx tampil memberikan surprise. Itu adalah bukti persaudaraan, menyama braya sebagai seniman di pulau dewata, pas tidak ada sibuk kita hadir. Itu adalah bukti apreasiasi untuk Denpasar Festival, ungkap Marshello. Penampilan berikutnya tak kalah mengguncang panggung musik, kini giliran Harley Angels Bali Rock 90s menyanyikan beberapa lagu spesial.

Harley Angels Bali Rock 90s

Leeyonk Sinatra

Di penghujung acara panggung musik Denpasar Festival 2024 hari ketiga, Leeyonk Sinatra yang merupakan sebuah grup band asal Bali turut menampilkan beberapa karyanya. Penonton seakan terbawa dalam lagu dan ikut bernyanyi bersama hingga akhir acara. Beberapa lagu yang dibawakan seperti “Tolong Kabarin”, “Tetep Mekenyem” dan lain sebagainya. “Akhirnya Leeyonk Sinatra bisa menghibur disini, ngayah, mebraya sareng semeton di Denpasar,” ujar Yudi Dharmawan, vokalis Leeyonk Sinatra.

Usai dihelat selama empat hari berturut-turut, Panggung Budaya Denpasar Festival ditutup pada Rabu, 25 Desember 2024 bertepatan dengan Perayaan Hari Natal. Kendatipun hari terakhir, tak lantas mengurangi kualitas maupun semaraknya. Lapangan Puputan Badung dipadati oleh pengunjung berkat animo yang membludak di hari terakhir. Panggung Budaya tetap menjadi primadona dengan beragam penampilan seni tradisi yang selalu memukau; mengundang gelak tawa, memantik rasa haru, dan praktis mendapat decak kagum dari penonton atas kepiawaian para seniman dalam menjiwai tiap pementasannya.

 

Pertunjukan Barong Landung Mepajar

 

Dibuka dengan Barong Landung Mepajar yang dibawakan oleh Panca Yowana Kanti, Desa Adat Sumerta, Denpasar Timur. Pertunjukan ini menghidupkan tokoh legendaris Barong Landung dalam ritual simbolis yang memancarkan keagungan tradisi Bali. Penampilan diiringi gamelan tersebut efektif mengundang atensi pengunjung untuk merapat ke panggung.

I Gede Wira Buana Putra, perwakilan Sekaa Panca Yowana Kanti, menyampaikan rasa bangganya karena dapat menampilkan warisan tradisi tanah kelahirannya di Denpasar Festival. “Kami menampilkan suatu local genius dari Desa Adat Sumerta. Pertunjukan Barong Landung Mepajar merupakan salah satu identitas kesenian tradisi yang masih kuat kami warisi hingga sekarang. Kami sangat bangga mendapatkan kesempatan untuk melakukan pementasan. Harapan kedepannya, semoga Denpasar Festival bisa lebih kreatif untuk menampilkan seni tradisional dan modern,” ujarnya dengan nada riang dan perasaan penuh bangga.

 

Penampilan Drama Putri Ayu

 

Selanjutnya, Komunitas Seni Universitas Pendidikan Mandala Indonesia (UPMI) Bali menyuguhkan sendratari bertajuk Drama Putri Ayu, sebuah kisah penuh makna yang memadukan elemen teater tradisional dengan modern. Penampilan ini mendapat apresiasi hangat dari penonton atas pengemasan menarik dari narasi, dialog, musik, teater, hingga unsur tarian yang jadi pelengkap pertunjukannya.

Sebagai penutup, Teater Antariksa dari SMAN 7 Denpasar mempersembahkan Drama Cupak Gerantang, sebuah kisah klasik yang penuh pesan moral tentang pertarungan antara kebaikan dan kejahatan. Pertunjukan teater tradisional ini menampilkan dialog yang intens, cerita yang detail, serta pesan moral penuh makna dengan penjiwaan masing-masing karakter yang kuat. Pementasan ini meninggalkan kesan mendalam bagi para penonton sekaligus menjadi penutup Panggung Budaya Denpasar Festival ke-17.

 

Pementasan Teatrikal Drama Cupak Gerantang

 

Usai pentas, Galang dan Tresna, perwakilan Teater Antariksa mengungkapkan rasa syukurnya karena telah menampilkan pertunjukan dengan baik. “Hikmah dari Drama Cupak Gerantang ini semoga bisa tersampaikan dengan baik ke audiens. Kedepannya semoga Denfest semoga semakin meriah dan dapat terus mewadahi anak muda untuk berkarya dan berkreatifitas,” pungkasnya dengan nada riang.

Panggung Budaya menghadirkan rangkaian penampilan seni yang menggambarkan kekayaan tradisi dan kreativitas masyarakat Bali. Melibatkan para yowana Denpasar hingga komunitas seni siswa dan mahasiswa, penampilan Barong Landung hingga pementasan teatrikal menjadi penutup apik Panggung Budaya Denpasar Festival ke-17. Semakin menegaskan citra Denpasar sebagai kota pusat kreativitas berbasis budaya.

Denpasar Festival tidak hanya menjadi ajang hiburan, tetapi juga medium edukasi, promosi kreatif, dan pemberdayaan pegiat UMKM di Kota Denpasar. Persisten dengan visinya dalam mendukung kemajuan sektor ekonomi kreatif, Denpasar Festival Ke-17 kembali menghadirkan salah satu acara yang unik dan menarik, yakni Lomba Tengkuluk Tradisional Bali.

Peragaan Busana Tengkuluk dengan Sajian Kuliner Heritage di Denpasar Festival Ke-17

 

Digelar pada 25 Desember 2024 di pelataran Kori Gajah Mada, kompetisi ini menjadi wadah promosi bagi pelaku usaha untuk mengenalkan produknya ke khalayak luas melalui metode yang istimewa. Kompetisi ini memadukan unsur budaya dan kebersihan melalui peragaan busana khas adat Bali yang dikombinasikan dengan tengkuluk (kain penutup kepala) dan celemek kain bermotif tradisional Bali sembari membawa sajian hidangan andalan stan masing-masing. Kombinasi warisan budaya pada peragaan busana tengkuluk dengan komplemen dari sajian kuliner menciptakan simfoni tradisi yang otentik.

Sebanyak 12 perwakilan stan UMKM kuliner ikut ambil bagian dalam perlombaan ini. Perwakilan stan satu per satu melangkah ke panggung kuliner, berjalan dengan anggun sembari membawa sajian andalan masing-masing. Berikut mereka mempromosikan hidangan khas-nya, bahkan beberapa perwakilan secara spontan mengeluarkan jargon andalan mereka yang lantas mengundang tepuk tangan dan gelak tawa penonton.

 

Perwakilan Stan UMKM Kuliner dalam Lomba Tengkuluk Tradisional Bali Denpasar Festival 2024

 

Para peserta dinilai berdasarkan beberapa kriteria, antara lain kebersihan, grooming atau penampilan, cita rasa makanan dan porsi, serta penyajian. Setelah penilaian yang ketat, berikut adalah urutan pemenang Lomba Tengkuluk Tradisional Bali serangkaian Denpasar Festival ke-17.

Juara Harapan 3 dengan skor 485 diraih oleh Racik Endak. Juara Harapan 2 dengan skor 495 diraih oleh Warung Story. Juara Harapan 1 dengan skor 505 diraih oleh Warung Adnyana. Juara 3 dengan skor 510 diraih oleh Warung Jadul. Juara 2 dengan skor 525 diraih oleh Warung Mang Kakul. Juara 1 dengan skor 540 diraih oleh Warung Makpak.

 

Warung Makpak, Pemenang Lomba Tengkuluk Tradisional Bali Denpasar Festival Ke-17

 

Inisiatif ini merupakan hasil kolaborasi antara Dinas Koperasi dan UMKM Kota Denpasar, Indonesian Chef Associations (ICA) BPD Bali, dan Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes Denpasar. Selain menjadi ajang kreativitas, lomba ini juga memuat pesan penting untuk menggalakkan edukasi bagi pegiat UMKM kuliner mengenai pentingnya higienitas serta personal grooming atau penampilan diri yang baik dalam melayani pelanggan.

Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Kota Denpasar, menyampaikan bahwa perlombaan ini terselenggara tiap tahun untuk meningkatkan kualitas stan UMKM Denpasar Festival, khususnya sektor kuliner. “Kita lombakan untuk edukasi higienitas makanan. Kalau biasanya para chef menggunakan topi chef, kita di Bali coba angkat tengkuluk sebagai alternatif, terutama bagi perempuan karena sangat tradisional sekali. Kedepannya kita berusaha untuk memperbaiki kualitasnya, dari rasa, harga, higienitas dan memperkenalkan lebih luas makanan tradisional Bali lewat lomba di Denpasar Festival,” ujar Dr. I Dewa Made Agung, S.E., M.Si. ketika diwawancara pada Rabu, (25/12).

Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Kota Denpasar bersama Para Juara Lomba Tengkuluk

 

Senada dengan ini, Marketing Communications Indonesian Chef Associations (ICA) BPD Bali, Anak Agung Anom Samudra juga menekankan pentingnya totalitas, mulai dari personal grooming atau penampilan dalam memberikan pelayanan terbaik bagi pelanggan. “Tidak hanya semata olahan, tetapi secara keseluruhan harus percaya diri dalam memberikan service kepada masyarakat. Sehingga masyarakat tertarik untuk datang ke stan. Ini jadi bagian budaya yang tidak terpisahkan bagi kita masyarakat Bali. Kami berharap perwakilan stan kuliner yang ikut lomba tengkuluk tadi benar-benar memperhatikan regulasi higienitas produk dan pengetahuan terkait esensi dari tengkuluk itu sendiri,” pungkasnya.

Perlombaan tengkuluk ini menjadi ajang edukasi yang positif untuk memperkenalkan esensi budaya tradisional dan korelasinya dalam menjaga higienitas serta personal grooming yang baik di dunia usaha kuliner. Sehingga kedepannya, tak hanya soal cita rasa dan harga yang bersaing, namun kualitas bahan, kebersihan, dan gizi juga harus turut menjadi perhatian bagi pegiat UMKM kuliner.

Memasuki hari kedua, perhelatan Denpasar Festival ke-17 di panggung budaya berhasil mengundang senyum dan tawa penonton. Terdapat beberapa hiburan dari seniman unggulan yang menghiasi panggung budaya sore itu (24/12), diantaranya ialah penampilan Tari Tindak Lango, Baris Balandega Serangan, dan Bebondresan STI Bali & BBQ.

Tepat pukul 18.50, panggung budaya yang terletak di sisi selatan Lapangan Puputan Badung (I Gusti Ngurah Made Agung) dibuka dengan menarik oleh pengisahan Ni Pollok, seorang penari legendaris yang lahir dan dewasa di Banjar Kelandis, Denpasar, Bali. Kisah kesetiaan Ni Pollok terhadap suaminya Andrien Jean Le Mayeur yang merupakan seorang pelukis asal Belgia, tentunya sudah tak asing lagi bagi masyarakat Kota Denpasar. Sanggar Supraba Eka Dutha dengan apik mengemas cerita Ni Pollok menjadi sebuah garapan karya tari dan tabuh. “Saya mengangkat kisah sedih Ni Pollok, dia harus mengorbankan dirinya tidak memiliki seorang buah hati karena saking cintanya dengan suaminya. Dirinya rela tidak menjadi seorang ibu yang melahirkan dari rahimnya sendiri,” tutur I Gede Arya Suastika, salah satu konseptor penampilan sore itu.

Tak hanya sekadar memberi penghiburan bagi masyarakat, penampilan tersebut turut menyelipkan pesan yang mendalam. “Dibalik cerita kesedihan Ni Pollok, terselip semangat yang memacu sosok Ni Pollok tak kian menyerah dalam menjalani  kehidupannya,” tambah Arya. Dengan total 50-an seniman yang terlibat, penuangan karya tersebut mampu menghasilkan pengisahan yang autentik.

(Menyaksikan kisah keberanian nelayan pesisir Serangan dalam menerjang ombak)

Selain itu, penampilan kedua diisi oleh Sekaa Gong Kumara dengan garapan berjudul Baris Balandega, Serangan. Garapan tersebut mengisahkan kearifan lokal kelompok nelayan pesisir wilayah Pantai Serangan.  “Para nelayan dengan gagah berani menerjang ombak untuk menjadi tulang punggung keluarga. Penampilan ini juga mengingatkan kejayaan masyarakat pesisir Pantai Serangan,” tutur I Wayan Angga Wiguna, konseptor penampilan tersebut.

Mengajak 36 orang seniman, garapan tersebut mampu menuai senyum dari para penonton. “Luar biasa karena kami baru pertama kali tampil di Denpasar Festival,” ungkap Angga ketika ditanya perihal kesannya pasca tampil.

(Pementasan bebondresan oleh STI Bali dan BBQ sebagai penutup penuh tawa)

 

Semakin malam, penonton semakin memadati areal panggung budaya di hari kedua. Bagaimana tidak, hiburan favorit segala usia menjadi penutup penuh tawa. Tidak lain adalah bebondresan dari STI Bali & BBQ. Bebondresan merupakan kesenian bali yang khas dengan leluconnya. Dengan topeng maupun hiasan wajah beragam ekspresi mampu memecah keriangan masyarakat yang hadir. Bukan hanya lelucon yang menghibur, tetapi terdapat pula pesan yang disisipkan dari pementasan bebondresan malam tersebut.

Disisi lain, Angga menyampaikan harapannya akan gelaran Denpasar Festival, “Semoga lebih luar biasa, dan dapat terus menghadirkan bibit-bibit baru untuk seniman Denpasar,”  tutup Angga.

Tradisi yang mengakar kuat di Kota Denpasar kini dibarengi dengan adanya teknologi yang mendorong modernisasi. Tradisi tersebut turut serta berkembang dan dikenalkan kembali dalam pengemasan yang memukau. Panggung budaya Denpasar Festival ke-17 turut menghadirkan seniman – seniman lokal yang berupaya untuk mengenalkan kembali budaya kontemporer kepada seluruh pengunjung yang hadir dalam gelaran Denfest hari ketiga.

Panggung budaya dibuka dengan kesenian Tari Kathak. persembahan dari Sanggar Swami Vivekananda Cultural Centre bersama dengan Konsulat Jenderal India di Bali. Sebanyak empat penari membentuk koreografi yang indah dengan diiringi musik khas india. Tari Kathak merupakan tarian tradisional berasal dari india yang memiliki asal usul yang berkaitan dengan penyair keliling di India Utara yang dikenal sebagai Kathakar.

Tari Kathak yand ditampilkan di Panggung Budaya pada hari ketiga Denpasar Festival (24/12)  

Setelah dikenalkan dengan budaya luar negeri, Panggung Budaya kini diisi dengan sajian musik tradisional dari Indonesia, yakni musik keroncong. Sanggar Gita Lestari Puri Agung Kesiman kembali menghadirkan musik tradisional keroncong yang khas dengan alunan lembutnya. Menghidupkan kembali gairah musik legendaris, Gita Lestari berupaya untuk mengenalkan kepada seluruh pengunjung baik itu muda hingga tua tentang keindahan musik keroncong.

Penampilan Musik Keroncong oleh Sanggar Gita Lestari Puri Agung Kesiman

Penampilan musik ketiga datang dari komunitas Saut Saih yang menampilkan musik bertajuk Prabha Sankara. Alunan musik gamelan mulai  terdengar menggema di Lapangan Puputan Badung dikala komunitas ini memulai penampilannya. I Gusti Ngurah Rama Putra dari Komunitas Saut Saih menjelaskan musik Prabha Sankara yang ditampilkan merupakan karya musik kontemporer yang menggunakan media ungkap gamelan Bleganjur. Made Saputra selaku komposer turut menjelaskan mengenai konsep Prabha Sankara yang memiliki arti pancaran sinar, ”konsepnya bagaimana sinar matahari itu terbit dari timur dan kita mengaplikasikannya dalam gamelan itu kita mulai dari dimulai riong” ungkap Made.

Penampilan karya musik kontemporer Prabha Sankara dari Sanggar Saut Saih

Sajian musik kontemporer lainnya datang dari Sanggar Siwer Nadi Swara yang mempersembahkan garapan bertajuk Musik Kontemporer Brumbun. Brumbun diartikan sebagai pengejawantahan dari berbagai jenis instrumen yang bergabung kemudian menciptakan alunan musik yang harmonis. Penampilan musik kontemporer Brumbun ini turut memukau pengunjung dengan adanya alat musik yang khas dari dua budaya yang berbeda, yaitu Bali dan Sunda.  Sanggar ini mencoba menggabungkan gamelan bali seperti gangsa, kantil dan jegogan dengan alat musik sunda seperti kendang dan suling Sunda. Tak hanya itu alat musik modern juga turut serta didalamnya seperti keyboard.

Penampilan Musik Kontemporer Brumbun dari Sanggar Siwer Nadi Swara

Penampilan selanjutnya yang kembali memukau pengunjung yaitu Tari Rudhira Tarpana yang menceritakan mengenai persembahan darah oleh para wanita kepada tanah kelahirannya.  Mahijasena sebagai koreografor turut menjelaskan konsep dari tari tersebut, “Karya Rudhira Tarpana merupakan kolaborasi dari Sanggar Bumi Bajra dengan Puri Agung Denpasar dan UKM Satyam Siwam Sundaram dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana. Jadi di karya ini kami mengangkat teks dari sagung biang, dari teks ini kami melihat fenomena atau peristiwa yang sangat heroik dari kisah perjuangan perempuan bali, jadi penyintasnya Jero Nyoman Nuraga, dari ceritanya kami angkat dan Sagung Biang sendiri adalah bagian keluarga dari Jero Nyoman Nuraga. Kami ingin mengangkat cerita heroik dari perempuan bali yang meninggalkan status wanitanya dan setara dengan laki – laki untuk ngeritus atau yadnya tertinggi yaitu Puputan” ungkap Mahijasena. Ia turut mengapresiasi dan merasa senang telah tampil di panggung budaya Denpasar Festival khususnya Lapangan Puputan yang menjadi lokasi dari cerita yang diangkat dalam penampilannya. Mahijasena turut menambahkan harapannya agar festival ini dapat terus mewadahi koreografer muda untuk berkembang.

Penampilan Tari Rudhira Tarpana

Penampilan terakhir panggung budaya Denpasar Festival hari ketiga ditutup penampilan Tari Luh Gunagina dari Sanggar Guna Gina bersama dengan Fakultas Hukum Universitas Udayana. Tari ini menjadi salah satu tari lainnya yang mengusung konsep kontemporer dengan mengangkat cerita tentang hak perempuan, serta permasalahan terkait feminisme dan patriarki.

Penampilan Tari Luh Gunagina

Melestarikan kuliner lokal bisa melalui apa saja, salah satunya melalui penyelenggaraan kompetisi memasak. Parade Ngelawar menjadi salah satu solusi untuk kembali mengingat cita rasa kuliner lokal serta mengangkat kembali kuliner – kuliner legendaris khas Bali lewat aktivitas yang interaktif.

Bertempat di Lapangan Puputan Badung, Parade Ngelawar ini diikuti oleh 6 kelompok peserta dari institusi yang berbeda – beda, diantaranya terdapat kelompok peserta dari tingkat kampus seperti OTC Bali, Politeknik Internasional Bali, Monarch Bali, IPB Internasional, serta perwakilan terdapat perwakilan peserta dari UMKM, yaitu Nank Etonk dan Koperasi Central Hutama Mandiri.

Keenam kelompok peserta yang mengikuti kompetisi ngelawar

Seluruh peserta yang hadir tampak memberikan performa terbaiknya dalam membuat dan menyajikan lawar agar memiliki cita rasa yang autentik serta menunjukkan tampilan yang menarik. Disinilah kreativitas peserta turut diuji, tidak hanya menonjolkan kuliner lawar, beberapa kuliner pendamping yang umum ditemukan di lawar seperti samsam, sate, tum, sayur kuah turut ditambahkan untuk melengkapi sajian lawar dalam satu piringnya. Salah satunya Dharma Sedana perwakilan peserta dari Kampus Politeknik Internasional Bali, yang memadukan beberapa properti pendukung untuk menonjolkan sisi tradisional dari kuliner lawar.

Penyajian lawar di meja oleh kelompok peserta Kampus Politeknik Internasional Bali

Dua jam yang diberikan panitia kepada peserta terasa singkat dengan antusiasme peserta yang bersemangan untuk menyajikan yang terbaik bagi kuliner yang telah dibuat masing – masing. Proses penjurian turut dilakukan oleh perwakilan dari Indonesian Chef Association (ICA). I Ketut Sumatra selaku juri turut menyampaikan beberapa poin penting dalam penilaian, “Terkait dengan penilaian lomba itu kita nilai kerjasama tim, cara kerja nya kami nilai, kemudian masalah higiene atau sanitasi, agar tidak menyentuh makanan dengan tangan telanjang karena itu berdampak pada kesehatan bukan hanya saat penjurian tetapi harus terus diterapkan tanpa ada pengecualian” ungkap Ketut Sumatra.

Proses penilaian oleh tim juri dari Indonesian Chef Association 

Penilaian berlangsung dengan para peserta menyajikan makanan mereka kepada para juri dan melakukan presentasi terkait dengan bahan yang digunakan dan proses pembuatannya. Kelompok peserta dari Kampus Institut Pariwisata Bali Internasional terpilih menjadi juara terbaik dalam Parade Ngelawar tahun ini, Ardi Prasetya selaku perwakilan turut menyampaikan antusiasmenya dalam mengikuti kompetisi, “Kesempatan ini sangat berkesan, terutama untuk Denfest yang sudah mewadahi kreatifitas anak muda, terutama yang ikut ini institut – institut pariwisata, dan juga saya yang mendapatkan terbaik di lawar ini” ungkap Ardi.

Juara terbaik Parade Ngelawar dari Kampus Institut Pariwisata Bali Internasional

Ketut Sumatra turut menyampaikan bahwa gelaran parade ngelawar ini menjadi salah satu upaya yang mengembalikan kembali popularitas kuliner – kuliner legendaris, “Lomba ngelawar ini bukan hanya untuk meramaikan Denpasar Festival, tetapi juga mengedukasi generasi muda kita untuk mencintai kuliner tradisional bali yang banyak kaitannya dengan upacara keagaman terutama membantu dalam ekonomi ketika ada upacara, untuk melestarikan itu kita lakukan hal seperti ini, semoga untuk denfest selanjutnya akan semakin banyak peserta yang ikut dalam kegiatan,” ungkapnya.

I Dewa Made Agung selaku Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Kota Denpasar turut mengapresiasi antusiasme peserta yang berpartisipasi, “Antusias ini memang dorong dari koperasi, kedua dari sekolah – sekolah pariwisata, mungkin bisa masuk dalam kurikulum tentang masakan – masakan tradisional bali. Harapan kita bahwa anak muda ini sebenarnya sangat berpotensi,  dan ini juga menjadi siapa tau bisa jadi usaha – usaha,  dan mereka juga tidak hanya menunggu pekerjaan tetapi juga bisa menciptakan pekerjaan” ungkap Made Agung.

 

 

 

Denpasar Festival menegaskan relevansinya sebagai ajang pusat kreativitas berbasis budaya. Tak hanya menyuguhkan pertunjukan musik, kesenian, dan beragam tradisi kuliner, Denpasar Festival turut mendorong inovasi di sektor industri kreatif, utamanya industri fesyen.

Ketua Dekranasda Kota Denpasar, DWP Kota Denpasar, dan Para Desainer pada Fashion Show Hari Kedua

 

Selasa, 24 Desember 2024, Denpasar Festival Ke-17 kembali menyelenggarakan Fashion Show hari kedua. Gelaran ini menjadi ajang strategis bagi para desainer, pelaku UMKM, dan institusi pendidikan untuk menunjukkan karya-karya terbaik mereka sekaligus meningkatkan daya saing dalam kreativitas industri fesyen.

Sebagai panggung kolaborasi kreatif, hari kedua Fashion Show ini menghadirkan 12 perwakilan yang melenggang di runway, diantaranya: Primadona, Jegeg Desain, Institut Seni Indonesia Denpasar, Institut Desain dan Bisnis Bali, Raga Busana, Tri Agung Busana, Ayu Khirana, Jegeg Tri Busana, Aditri, Dewi Anyar, Lusi Damai, dan Rhea Cempaka.

Peragaan Busana Hari Kedua Denpasar Festival Ke-17

 

Meneguhkan jati dirinya sebagai kota berbasis budaya, melalui binaan Dekranasda dan Disperindang Kota Denpasar, pemanfaatan kekayaan tradisi busana Bali dapat menjadi identitas yang kuat dalam dunia mode. Membuka peluang untuk menjadikan Denpasar sebagai kota mode bernafaskan budaya lokal.

Padu Padan Motif Tradisional Berbalut Busana Modern Kontemporer

 

Kekayaan busana tradisional Bali, utamanya kain endek, tenun ikat, hingga songket; seluruh elemen budaya yang terkandung didalamnya menjadi aset penting dalam membangun industri fesyen. Berkenaan dengan pelestarian budaya yang sekaligus tetap relevan dengan tren pasar modern. Melalui peragaan busana ini, para desainer diberikan kebebasan untuk menuangkan ide dan kreativitasnya. Elemen-elemen tradisional tersebut diolah dengan sentuhan inovatif, baik dari segi motif, bentuk potongan, struktur, maupun material yang digunakan. Seluruhnya dapat dijamin kualitasnya, sehingga menghasilkan karya fesyen yang mampu bersaing di pasar domestik, bahkan tak menutup kemungkinan dapat menembus pasar internasional.

Memposisikannya sebagai jembatan kreatif, Denpasar Festival tidak hanya mempromosikan karya lokal saja, namun turut mendorong kolaborasi inovatif antara budaya dan modernitas. Pagelaran ini menggarisbawahi peran penting industri kreatif seperti fesyen dalam mengangkat citra Denpasar sebagai pusat kreativitas berbasis budaya.

Fashion Show dalam serangkaian Denpasar Festival Ke-17 ini tidak hanya menjadi pameran keindahan busana, tetapi juga bentuk nyata bagaimana seni, tradisi, dan inovasi dapat bersinergi untuk menciptakan masa depan yang gemilang bagi industri fesyen Denpasar dan Bali kedepannya.

Pembukaan Peragaan Busana Denpasar Festival Ke-17 (23/12)

 

Senin, 23 Desember 2024, Pelataran Inna Bali Heritage menjadi saksi kemegahan pembukaan peragaan busana hari pertama Denpasar Festival Ke-17. Senada dengan tema besar “Ngarumrum Kerta Langu: Kilau Denpasar”, runway fashion show kali ini bertaburan karya-karya busana terbaik dari para desainer lokal. Peragaan busana ini juga turut menggandeng sejumlah UMKM dan institusi pendidikan untuk mendorong perkembangan industri fesyen berbasis budaya lokal.

Fashion Show Denpasar Festival ke-17 menampilkan beragam koleksi yang memadukan  elemen modern kontemporer pada busana etnik tradisional Bali, berupaya untuk tetap mengedepankan nilai budaya lokal dalam desainnya. Adapun berbagai mode fesyen diperagakan oleh model anak-anak, remaja, hingga dewasa. Peragaan busana hari pertama berkolaborasi dengan Kids Fashion Show by Franky Agency, SMKN 4 Denpasar, SMKN 3 Denpasar, ISI (Institut Seni Indonesia), IDB Bali (Institut Desain dan Bisnis Bali), Baliwa Songket Collection, A2 Ayu House of Kebaya, De’vastra, Arunika, Kinara Busana, Taksu, dan Bali Puspa Bordir & Tekstil.

Peragaan Busana Hari Pertama Memamerkan Beberapa Koleksi Busana Etnik dengan Sentuhan Mode Fesyen Modern 

 

Setiap koleksi menampilkan karya hasil desain yang mengkombinasikan beberapa elemen bahan, struktur, motif, dan bentuk potongan yang memiliki ciri khas unik. Padu padan antara motif kain tenun tradisional Bali dengan mode fesyen modern menciptakan karya yang tidak hanya memikat secara visual, tetapi juga menyuarakan narasi keindahan budaya Bali yang adiluhung.

Selain mode fesyen modern, peragaan busana malam ini juga menampilkan busana tradisional kebaya dan wastra Bali yang dapat dipadupadankan untuk pemakaian sehari-hari, kegiatan adat atau persembahyangan, hingga acara formal maupun non-formal.

Kegiatan yang diinisiasi melalui binaan Dekranasda dan Disperindag Kota Denpasar ini selaras dengan visi Denpasar sebagai kota yang mendukung perkembangan kreativitas berbasis budaya. Panggung ini juga membuka kesempatan bagi para pegiat UMKM di industri fesyen untuk menampilkan karya mereka di panggung profesional.

 

Peragaan Busana dengan Model Anak-anak

 

Selain itu, keterlibatan siswa dan mahasiswa juga dapat memberikan dorongan positif bagi talenta muda untuk menampilkan rancangan busana inovatif, sekaligus mengasah kemampuan mereka dalam dunia fesyen profesional.

“Proses dibalik layarnya adalah kurasi para desainer dari Dekranasda Kota Denpasar yang sebetulnya sudah berlangsung kurang lebih selama setahun kebelakang. Kemudian bertemu dengan agensi model, sekolah, kampus, dan para desainer yang lolos kurasi untuk persiapan fashion show ini,” jelas Putu Surya Triana Dewi selaku Koordinator Fashion Show Denpasar Festival Ke-17.

Ia pun menambahkan bahwa pelibatan UMKM, desainer, hingga pihak sekolah vokasi dan kampus dalam peragaan busana ini bertujuan untuk mendukung perkembangan industri fesyen berbasis budaya lokal di Kota Denpasar.

Peserta Berkreasi Menata Pot Bunga dalam Parade Merangkai Bunga Denpasar Festival ke-17

Sinar terik matahari siang itu tak menghalangi usaha para peserta menggubah kreasi terbaiknya dalam parade merangkai bunga serangkaian Denpasar Festival Ke-17. Berlangsung pada pukul 10.00 – 12.00 WITA di Lapangan Puputan Sisi Utara, sebanyak 16 (enam belas) tim perwakilan masing-masing Kecamatan di Denpasar berjibaku menyusun satu per satu berbagai macam bunga dan tanaman hias yang ditata sedemikian rupa ke dalam pot keranjang berbentuk anyaman.

Masing-masing tim yang terdiri dari dua orang diberikan waktu 2 (dua) jam untuk menata pot bunga sesuai kreativitasnya masing-masing. Panitia telah menyediakan alat dan bahan untuk kegiatan ini. Beberapa diantaranya ialah bermacam jenis bunga dan tanaman hias, seperti bunga anthurium merah, sedap malam, mawar merah, bunga krisan dengan berbagai warna, dan tanaman hias lainnya. Selain estetika, kerapian, dan kreativitas dalam penataan, kebersihan juga menjadi aspek penting penilaian juri.

Sentuhan Kreatif Peserta Menghasilkan Rangkaian Bunga yang Indah dan Berpadu Harmonis

Kegiatan ini bertujuan untuk mendorong kreativitas dan kemampuan peserta, yang dalam hal ini didominasi oleh PKK. Tak ayal, parade ini turut menuai antusiasme dan respons positif dari para peserta. Kendatipun mereka penuh dengan spirit positif, ternyata merangkai bunga menyimpan tantangan tersendiri bagi mereka.

“Sebelumnya kita memang sempat latihan karena benar-benar belum berpengalaman, bunganya aja kita ngga tahu akan dapat apa, harus ada ide-ide. Jadi kita tegang sedikit karena baru pertama kali buat kita. Tapi kita seneng dan bahagia bisa berkesempatan ikut, harapannya ya semoga kedepannya apa yang dipelajari di parade ini bisa dikembangkan buat usaha nanti, terutama buat ibu-ibu rumah tangga, ditambah lagi peluang untuk pelatihannya” ujar Bu Cok dengan nada riang, salah satu peserta yang berasal dari PKK Padangsambian, Denpasar Barat.

Ekspresi Gembira I Ketut Suprapta Ketika Diumumkan sebagai Pemenang Parade Merangkai Bunga Denpasar Festival Ke-17

Usai sesi ulasan karya dan masukan dari juri, piala pemenang Parade Merangkai Bunga berhasil dibawa pulang oleh tim nomor urut 1 dari Denpasar Selatan. I Ketut Suprapta yang berasal dari Banjar Karang Suwung, Kelurahan Pedungan ini mengaku sangat bangga dan senang atas pencapaiannya. “Saya berharap parade ini akan ada lagi yang lebih kreatif dan inovatif lagi daripada tahun ini, terutama untuk anak-anak muda dan generasi berikutnya,” pungkasnya.

Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Kota Denpasar, I Dewa Made Agung Menyerahkan Piala, Sertifikat, beserta Hadiah Apresiasi bagi Pemenang Parade Merangkai Bunga

Dalam parade ini, Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Kota Denpasar, I Dewa Made Agung turut menghadiri dan menyaksikan aksi kreatif peserta parade merangkai bunga. Gelaran ini sekaligus menjadi wadah untuk  membangkitkan ekonomi kreatif masyarakat agar mampu bersaing dalam bidang usaha ekraf.

“Ini baru parade, mudah-mudahan kedepannya bisa kita lombakan secara profesional. Ini juga salah satu cara memberdayakan ekonomi kreatif, sehingga nanti para ibu rumah tangga memiliki usaha sampingan, bahkan bisa jadi usaha utama mereka. Kita dorong agar bisa jadi entrepeneur, harapan kedepannya melalui Denpasar Festival dapat bermunculan pegiat usaha yang menekuni bidang tersebut,” jelas I Dewa Made Agung ketika diwawancara seusai parade rampung.